Lihat ke Halaman Asli

Khrisna Pabichara

TERVERIFIKASI

Penulis, Penyunting.

Kepada Kesendirian

Diperbarui: 20 September 2020   19:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: additudemag.com

[Kutulis puisi ini ketika kudengar kabar tentang bilik isolasi mandiri yang pintunya ternganga untukmu. Aku tiba-tiba lupa cara berdoa. Pori-pori lidah dan kulit bibirku mendadak ngilu. Maka berdendanglah puisi ini, tiba di telingamu seperti merdu suara ibu bernyanyi sebelum kamu tidur, dan lesap ke hatimu--tempat sakit dan sembuh duduk berdampingan] 

Kita pernah bercakap-cakap tentang tabah, kota yang tertidur sebelum larut malam tiba, lampu jalan yang mendadak redup, dan doa yang tumpah di atas sajadah. Aku ingat percakapan itu. Aku ingat semua. Aku juga ingat caramu menatap luka, memandang pilu yang terbenam di dada para penyapa derita, dan melihat segala-gala dengan mata hati yang terbuka. Aku tahu, engkau masih orang yang sama.

Kita pernah berbincang-bincang tentang gelisah, berita-berita yang demam mengabarkan cemas dan menguburkan sabar, televisi pemuja sendu yang kita biarkan terus menyala, serta hening kesendirian yang menenangkan. Aku ingat perbincangan itu. Aku ingat semua. Aku juga ingat caramu berteman dengan kesendirian, bersahabat dengan keheningan, berintim-intim dengan kesabaran, dan berpelukan dengan air mata. Aku tahu, engkau masih orang yang sama.

Kita pernah berkata-kata tentang kita yang tidak boleh membuang waspada, korona yang lajunya di luar kendali kita, vaksin yang belum juga ditemukan, serta orang-orang yang kehilangan gigih dan tangguh. Aku ingat perkataan itu. Aku ingat semua. Aku juga ingat caramu bersimpuh, merumahkan harapan dan menanggakan doa, serta menyerahkan semuanya kepada Dia Yang Mahacinta. Engkau tiba di kamar tapa. Engkau tidak pernah sendirian. Orang-orang yang menyayangimu terus memutar doa bagimu. Aku tahu, engkau masih orang yang sama.

[Kurampungkan puisi ini sebelum mataku tahu cara menghentikan ruah air mata. Aku tiba-tiba lupa bagaimana seharusnya mengatakan tabah kepadamu. Lidahku kelu. Tenggorokanku kering. Kemudian, doa-doa berhamburan ke angkasa. Pipiku makin basah. Doaku makin hangat] 

Bilik Tabah, 20/09/2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline