Indrata Nur Bayuaji. Ia politisi yang pintar menjual diri. Pada baliho yang terpajang di tempat-tempat strategi di seantero Pacita, Jawa Timur, ia pajang gelar "keponakan SBY" di bawah namanya. Orang lain memamerkan bejibun gelar akademis, ia menjual nama besar pamannya.
Politisi yang sudah tiga periode berturut-turut menduduki kursi parlemen di Pacitan itu tahu benar soal khidmatnya orang Indonesia pada hubungan kekerabatan. Ia khatam pula dalam perkara menyeret karisma keluarga demi meraup suara. Tak ayal, ia pajanglah titel "keponakan SBY".
Nama Aji, sapaan Indrata Nur Bayuaji, semula hanya berkibar di kisaran Pacitan. Kemarin ia mendadak tenar di jagat media sosial. Jika kemarin Anda bertamasya ke pelosok Twitter dan penjuru Instagram, Anda akan temukan tagar apik #keponakanSBY. Dari sisi pemasaran, Aji sukses besar. Konsultan politiknya layak mendapat honor tambahan.
Hari ini saja kalau Anda mau mengetik "keponakan SBY" di mesin pencari data di internet, berita demi berita segera bermunculan di layar gawai atau laptop Anda. Jumlahnya jelas melampaui nama Indrata Nur Bayuaji. Taktik penjenamaan yang alangkah dahsyat.
Sekalipun politisi muda itu itu sudah menjadi anggota DPRD Pacitan pada periode 2009--2014, 2014--2019, dan 2019--2024, ia merasa itu belum cukup. Sekalipun pasangan Gagarin itu diusung oleh tujuh partai pengusung dan enam partai pendukung, ia merasa itu belum cukup. Tetap saja nama paman, SBY, ia bawa-bawa ke baliho.
Netizen kontan misuh-misuh. Cibiran dan ejekan membanjir. Bagi Aji, biarkan kambing mengembik. Toh pemilih adalah warga Pacitan. Boleh jadi sebagian warga Pacitan mengidolakan dan mengagumi Pak SBY. Bagaimanapun, Pacitan adalah tanah kelahiran SBY. Presiden ke-6 RI tersebut jelas punya tempat tersendiri di hati warga Pacitan.
Nama besar itulah yang dijadikan umpan oleh Aji. Taktik penjenamaan yang sungguh-sungguh cerdik. Warganet bisa saja membayangkan potongan dialog ini. "Kamu siapa?" Aji tersenyum sambil menjawab, "Saya keponakan SBY". Pada saat itu bukan sosok Aji yang muncul, melainkan citra SBY yang membayang di benak si penanya.
Barangkali netizen menyangka nama Aji akan tenggelam di balik nama besar SBY. Kalaupun benar begitu, ya, bagi Aji hal itu tidak berarti apa-apa. Sasaran yang ingin ia raih adalah kursi bupati. Setelah terpilih, ia tinggal mengubah dialog. Saya Bupati Pacitan dan SBY itu paman saya.
Sebenarnya tanpa mendompleng pada karisma sang paman, Aji sudah punya modal kuat. Basis massa tentu sudah jelas karena ia tiga kali lolos pileg. Mesin partai pengusung tidak bisa pula dipadang enteng. Namun, Aji merasa perlu meraup suara dari para suporter fanatik SBY.
Aji sangat mengenal kekurangan dan kelebihan dirinya. Ia keponakan SBY. Tidak semua orang di Pacitan adalah keponakan SBY. Tidak semua keponakan SBY di Pacitan menjadi calon bupati. Itulah kelebihan Aji yang tidak dimiliki oleh pesaingnya.
Calon lain tidak perlu berkecil hati. Mereka bisa memasang gelar "cucu Adam". Hanya saja, kita semua mafhum bahwa semua orang adalah cucu Adam. Aji juga cucu Adam. Ia kembali menang satu langkah. Lagi pula, mungkin di Pacitan banyak orang yang bernama Adam.
Sungguhpun netizen di media sosial habis-habisan meledek Aji, ia anteng-anteng saja. Malah bersyukur. Popularitasnya sontak melejit. Kata Pakde Jokowi, meroket. Dengan demikian, tujuan mengatrol nama dalam tempo yang singkat telah tercapai. Netizen nyinyir, Aji tenar.