Telah kulupakan segala tentangmu: percakapan soal negara yang kehilangan peta, perdebatan ihwal pemimpin yang sibuk mengurus diri sendiri, serta pertengkaran kita perihal masa depan yang perih.
Bagaikan kopi, kita harus berani menenggak pahit.
Telah segalanya. Kecuali kopi seduhanmu dan kenangan yang mengepul di permukaannya. Takaran gula pas, didih air dihitung cermat, ritme adukan yang ramah nestapa, dan mata tulusmu yang meredup pelan itu.
Sebagaimana kopi, yang hangat akan dingin.
Sedap kopi sesuhanmu, yang tak terlupakan itu, mengendap di bagian tengah tengkorak kepalaku bersama sepat tawa yang mengapung pada pekatnya. Kemarilah. Temani aku menimbun cemas rindu.
Seperti kopi, harus ada yang tersisa. Pahit Rindu.
[kp]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H