Sebelum Pilpres 2019 digelar, Hashim Djojohadikusomo--adik Pak Prabowo--sudah memperkirakan bahwa BPN Prabowo-Sandi akan mengambil langkah hukum apabila menemukan kecurangan dalam penyelenggaraan Pilpres 2019.
Pada 1 April 2019, dilansir Tribun Jakarta, Direktur Media dan Komunikasi BPN tersebut menyatakan bahwa pihak BPN akan melapor kepada semua pihak jika terjadi kecurangan dalam Pilpres 2019. Bareskrim, Interpol, Mahkamah Konstitusi. Bahkan, Mahkamah Internasional.
Hingga hari ini, BPN Prabowo-Sandi sudah berusaha sekuat daya untuk memperjuangkan hajat mereka. Kabar terbaru, tentu saja, seluruh gugatan Tim Kuasa Hukum BPN Prabowo-Sandi ditolak oleh Mahkamah Konstitusi.
Benarkah BPN akan melaporkan tuduhan kecurangan dalam Pilpres 2019 ke lembaga peradilan internasional? Tentu saja tidak. Itu gertak sambal saja. Kalaupun bukan gertak sambal, itu lawakan semata. Hitung-hitung hiburan bagi kepala kita yang pengar gara-gara kisruh selama Pemilu.
Bagaimanapun, sengketa dalam satu negara jelas bukan objek gugatan yang dapat diajukan ke Mahkamah Internasional (International Court of Justice, ICJ) atau Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court, ICC) . TKH Prabowo-Sandi pasti sudah lama makan asam garam di meja hijau. Tidak mungkin mereka berlaku konyol.
Niat Hashim Mustahil Kesampaian
Selaku Direktur Media dan Komunikasi BPN, mestinya Hashim tidak bacar mulut atau asal bicara. Tudingan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif ibarat bunga yang layu sebelum berkembang. Tidak perlu digembar-gemborkan lagi.
Faktanya, saat sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum di MK, TKH tidak mampu menyuguhkan bukti yang kuat dan susah disanggah. Saksi-saksi yang diajukan pun semacam mengalami "ejakulasi dini" karena gelagapan menjawab pertanyaan para hakim MK.
Mari berandai-andai. Kita mulai dari membayangkan Mahkamah Internasional menerima sengketa intranegara akibat Pilpres 2019 dari TKH Prabowo-Sandi. Harus diingat, ada 15 hakim di Mahkamah Internasional. Menghadapi sembilan hakim MK saja sudah keteteran, apalagi menghadapi 15 hakim di MI.
Selain itu, TKH BPN bakal kerepotan. Ketika mengantarkan permohonan gugatan ke MK, TKH Prabowo-Sandi hampir telat dari tenggat yang sudah ditentukan. Mengantar gugatan ke MI di Den Haag jelas berbeda dengan mengantar gugatan ke MK di Jakarta. Kalau telat, bisa-bisa jadi tertawaan dunia.
Belum lagi dukungan PA 212 dan massa fanatik. Jika sidang digelar di Den Haag (pasti di sana karena kantor MI di situ), kasihan PA 212 dan massa fanatik. Tentu semuanya bakal kesulitan menggelar unjuk rasa, demonstrasi, atau halalbihalal. Ongkos ke Den Haag pasti mahal.