Lihat ke Halaman Asli

Khrisna Pabichara

TERVERIFIKASI

Penulis, Penyunting.

Lima Resep Murah Merawat Kesehatan Otak

Diperbarui: 31 Oktober 2018   22:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: pixabay

Bram menepuk jidat. Seseorang cengar-cengir di depannya. Ia ingat wajah, tetapi lupa nama. Pikirannya rongseng. Mati-matian ia paksa otaknya agar membuka rak ingatan, tetapi hasilnya nihil. Usia masih muda, namun sudah dikuasai lupa.

Rona menggerunyam. Sudah seperempat jam colang-caling atau mondar-mandir di dapur, tetapi toples gula yang dia cari belum juga terlihat. Padahal Bram, suaminya, sudah nyinyir alias mengulang-ulang perintah agar segera diseduhkan kopi.

Pak Sulak, tetangga Bram, makin sepuh. Sebulan lagi umurnya 78 tahun. Akan tetapi, otaknya seolah-olah masih sangat muda. Beliau ingat nama cucu-cucunya, tahu keusilan dan kejenakaan mereka, hafal mana yang cengeng dan mana yang getol main ponsel, bahkan di mana mereka sekolah pun beliau ingat. Otak beliau aman dari serangan lupa.

Pak Legi, tetangga Bram juga, teman sepermainan Pak Sulak semasa remaja. Saban keluar rumah, beliau selalu memakai gelang dan kalung khusus. Sudah beberapa kali putranya berurusan dengan polisi gara-gara beliau lupa alamat rumah dan sering tersesat di jalan yang beliau lewati setiap hari.

Nasib Bram dan Rona bisa menimpa siapa saja. Lupa tidak kenal usia. Mau muda mau tua semuanya dapat dijangkiti lupa. Pak Legi terkena demensia. Kemampuan otak beliau untuk menjalankan fungsi luhur menurun drastis sehingga linglung dan limpung mencari jalan pulang. Kalian juga bisa mengalaminya.

Lain lubuk lain ikan. Pak Sulak punya perisai keren buat menahan gempuran demensia. Beliau punya resep sederhana buat melawan lupa. Resep itu sebenarnya mudah dan murah. Bram bisa melakukannya, Rona mampu mengerjakannya, Pak Legi juga tidak akan kepayahan menjalankannya.

Jangan tuding Pak Sulak pelik berbagi. Beliau doyan mengajak orang-orang di sekitarnya agar gemar membaca. Sayang, tetangganya lebih getol menggauli gawai daripada membuka buku, koran, atau majalah. Alih-alih pujian, tetangganya justru diam-diam mengirim cibiran.

Anjuran gemar membaca juga beliau serukan kepada Bram dan Rona. Hanya saja, tidak diindahkan. Keduanya paham bahwa demensia memang beda dengan lupa. Namun, mereka tidak tahu demensia bukan mutlak milik orang tua.

Belakangan, daya ingat Bram menurun. Ia mulai kehilangan minat main futsal, sulit menilai orang dengan benar, kadang berhenti saat berbicara karena bingung hendak berkata apa, berlari ke halaman dan berdiri nanap di sana sebab tidak ingat apa yang hendak ia lakukan, sukar fokus kala mengerjakan sesuatu, bahkan pernah mengunci mobil padahal anaknya tertidur di jok belakang.

Gejala demensia yang dialami Bram kian parah. Ia suka mengulang-ulang perintah atau cerita yang sama, sehingga anak-anaknya jengkel dan dongkol. Ia mulai meletakkan barang tidak pada tempatnya. Sepatu ditaruh di kandang kucing. Kacamata disimpan di kulkas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline