Kita akan mengerti harga kerja keras dengan bekerja keras. ~ Margaret Mead, Antropolog Amerika
Kerja keras. Setelah mempertunjukkan gairah pantang menyerah saat ditekuk 5-6 oleh Qatar, malam ini Garuda Muda mempertontonkan hasrat bekerja keras. Lutfi dan kolega menjelma karang di atas lapangan dan, dengan teguh, menahan serangan UEA yang bagai lidah gelombang surut di bibir pantai.
Lupakan penalti, sebab wasit tidak menunjuk titik 12 pas sewaktu Todd Rivaldo dijorong hingga jatuh di kotak penalti UEA. Lupakan drama kartu merah, karena Kapten Garuda Muda diganjar kartu kuning kedua sebelum ia ditandu keluar lapangan.
Lupakan hal pahit sebab ada hal manis yang layak kita kenang.
Berhasil menahan gempuran bertubi-tubi selama kurang lebih 44 menit bukanlah hal mudah. Sejak menit ke-53, Garuda Muda harus kehilangan seorang pemain. Sang Kapiten dari Makassar, Nurhidayat Haris, menerima kado kartu merah. Timnas U-19 UEA segera meradang dan menerjang. Mereka sulap seluruh sisi lapangan menjadi medan serangan.
Akan tetapi, Garuda Muda bekerja keras menjaga keunggulan. Sebiji gol di babak pertama harus dipertahankan. Aksi gemilang Witan memanfaatkan kecerobohan bek lawan tidak boleh dinodai dengan gol balasan. Gawang Riyandi harus tetap perawan. Seluruh pemain bahu-membahu menggalang pertahanan.
Kerja keras pemain membuahkan akhir yang manis. Garuda Muda menang. Pelatih Indra bertimpuh, mulutnya komat-kamit, dan matanya basah. Indonesia sudah dua kali jadi tuan rumah Piala AFC U-19, tetapi dua kali pula tidak pernah lolos dari fase grup. Itulah hal manis pertama yang pantas kita kenang.
Timnas U-19 UEA bukanlah kesebelasan kacangan. Selain langganan Piala Dunia FIFA U-20, mereka juga pernah mencicipi juara dua di ajang tersebut. Sebelum laga akhir Grup A dimulai, UEA sudah memuncaki grup dengan enam angka. Mengalahkan UEA secara dramatis adalah hal manis kedua yang layak kita kenang.
Omong-omong tentang kenangan, mari kita mundur sejauh 57 tahun. Kala itu, 1961, Indonesia merajai Piala AFC U-19. Garuda Muda berbagi gelar juara dengan Burma, sekarang Myanmar, setelah bermain imbang di final hingga jatah 90 menit habis. Atas pertimbangan rasa kasihan, Raja Thailand menghentikan permainan dan memutuskan Indonesia dan Burma juara bersama.
Padahal Garuda Muda, yang saat itu dibesut oleh Toni Pogacnik, siap bekerja keras menghadapi babak tambahan. Bahkan sudah siap adu tos-tosan. Idris Mappakaja dan rekan-rekannya siap menguras tenaga dan memeras keringat. Namun titah Raja Thailand, selaku tuan rumah, tidak dibantah oleh siapa pun.