Lihat ke Halaman Asli

Khrisna Pabichara

TERVERIFIKASI

Penulis, Penyunting.

Rahasia Receh Menulis Puisi (3)

Diperbarui: 21 Juli 2018   15:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: packtarusa.com

Sebelum menulis puisi, biasanya saya merengeng-rengeng. Semacam bersenandung. Semacam bernyanyi-nyanyi kecil dengan suara pelan, yang tidak jelas kata-katanya, dan sangat santai.

Setelah itu, saya bayang-bayangkan metafora yang ingin saya gunakan. Kadang dari peristiwa sederhana yang kerap saya alami, kadang dari sesuatu yang saya pampang dalam ingatan, kadang dari perkara yang saya lihat atau baca.

Itulah rahasia receh saya dalam menulis puisi. O ya, sebelumnya saya sudah menulis rahasia receh menulis puisi bagian pertama dan bagian kedua. Saya sarankan kalian membacanya juga. Bisa sekarang, bisa nanti. Bagaimana enaknya kalian saja.

Bagian pertama dapat kalian baca di sini, sedangkan bagian kedua di sini.

Pada bagian pertama, saya sudah beberkan rahasia membingkai gagasan, menentukan bentuk, dan memilih diksi. Pada bagian kedua saya paparkan soal membubuhkan rasa dan kalimat pemikat. Sekarang akan saya singkap rahasia keenam, yakni menyusupkan metafora.

Sebelum kita mulai menyingkap misteri metafora, saya ingin mengingatkan kalian bahwa tulisan ini ditaja dan ditata dalam bentuk ringan. Mungkin sesekali akan muncul teori, namun itu pasti teori receh dari endapan pengalaman saya. Jadi, santailah.

Baiklah. Kita mulai saja.

Nah, pada rahasia receh keenam ini akan saya sajikan pengalaman saya dalam menulis puisi. Bagi yang pernah membaca puisi-puisi saya pasti akan tahu bahwa bingkai besar puisi saya adalah rindu. Apa pun yang ingin saya tumpahkan ke dalam puisi pasti berpijak pada rindu. Selalu begitu.

Saya tentukan rindu sebagai bingkai puisi yang saya akan sajikan sebagai contoh kepada kalian. Adapun pesan sederhana yang ingin saya sampaikan adalah kehadiran rindu sering kali menyiksa. Jadi, langkah selanjutnya adalah memilih diksi, lalu membubuhkan rasa dan pemikat.

Soal bubuhan rasa, rindu jelas adalah bagian dari rasa yang sering dirasakan semua orang. Yang jomlo atau yang sudah punya pasangan pasti pernah merasa rindu. Soal bubuhan pemikat, rindu selalu punya daya pikat bagi semua pembaca. Yang muda bisa memaknainya sebagai rindu kepada seseorang yang jauh. Yang tua dapat memaknainya sebagai rindu pada kematian dan Tuhan. Eits!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline