Lihat ke Halaman Asli

Khrisna Pabichara

TERVERIFIKASI

Penulis, Penyunting.

Puisi | Ranjang

Diperbarui: 14 Juli 2018   11:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: pixabay.com

Dari jendela setengah terbuka mendadak angin dan dingin menjerang dada. Mendadak sesak dan susah menyerang cinta. Bagai pendosa kita ratapi surga. Tetapi hidup kita memang batu. Jiwa kita ironi, raga kita tragedi.

Di kamar tidur, kita menyapih diri dari pelukan takdir. Serentak melompat ke dalam tengkar. Tiba-tiba kasur membangun sangkar dan tangkar. Diam-diam bantal melumat keluh dan kilah. Mata kita sungai, hati kita samudra.

Di kasur tipis, kita menyisih diri dari serbuan nestapa. Tidak ada kini yang kita bisa, tidak ada. Selain menerima segala dan menunggu belas kasih Tuhan. Tenang sungguh, tenang penuh.

Di selimut luka, tengkar kita tubuh telanjang tanpa hangat tabah. Kita seperti dua ekor singa tengah memperebutkan bayang-bayang rusa. Mata kita retih, perih menangkal pedih.

Di bantal basah, kita menarik diri dari ciuman bahagia. Tidak ada kini yang kita bisa, tidak ada. Orang-orang yang dulu dekat sekarang menjauh. Mereka bersorak di bibir jurang: menunggu kita jatuh, menunggu kita lepuh, menunggu kita mati.

Di ranjang riang, pelan-pelan kita obati nasib. Meski berkali-kali, keluh tak menahan laju luka. Satu-satunya yang diinginkan tubuh kita adalah tabah. Karena Tuhan kita ada. Demi Tuhan kita bertahan.

Kandangrindu, 2018




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline