(Negara sedang sibuk ketika prosa lirih ini kutulis untukmu. Seorang ulama dicabut status buronnya, Presiden diledek mantan calon presiden, gubernur disoraki rakyat dan disangka menyerobot antrean, seorang watimpres disorot akibat kunjungan ke Israel, dan orang-orang sebentar lagi mati-matian di Pilkada.
Televisi sedang tidur ketika prosa lirih ini kutulis untukmu. Ada wartawan meninggal karena beritanya. Ada koran digeruduk karena beritanya. Ada orang yang dicerca setelah banyolan tidak lucunya tentang BH telanjur dipamer di Twitter. Ada rinduku yang gigih merawat ingatan kepadamu.)
Tentang Perasaan yang Pasti Tersiksa
Cinta ternyata memang bukan pelajaran mudah. Ketika kuputuskan untuk mencintaimu, kumasuki wilayah perasaan yang asing. Wilayah yang benar-benar baru dan penuh jebakan. Wilayah yang kukira sudah kupahami atau kumengerti risiko memasukinya.
Ternyata aku cuma murid pindahan yang dipaksa memperkenalkan nama, asal sekolah sebelumnya, dan mengapa aku pindah sekolah. Kutemukan masa-masa mengecewakan, masa-masa yang mengisap tandas sari ketabahanku.
Ternyata aku hanya siswa pindahan yang merasa terancam, yang terpaksa diam-diam menahan diri sebagai orang asing, yang terpaksa duduk di kursi kosong di pojok kanan belakang. Kukira akan kudapati tempat yang indah, yang memberikan kebebasan bagiku untuk menari dan menyanyi.
Ternyata aku sekarang rusa ringkih yang tengah diintai binatang pemangsa. Yang ada mata macan dan singa. Juga serigala kelaparan dan beruang kehausan. Tidak kutemukan matamu di sini. Mata yang mengajakku menyisih dari masa lalu. Mata yang memintaku menyisir masa depan.
Cinta ternyata memang bukan pelajaran murah.
Kukira akan kaumasuki mataku, menghibur cemasku, dan menundukkan kesedihanku. Mataku sudah menunggu kedatanganmu, sudah menyiapkan penganan doa dan minuman harapan, sudah menyiapkan musik, puisi, dan tari.