Lihat ke Halaman Asli

Khrisna Pabichara

TERVERIFIKASI

Penulis, Penyunting.

Salah-salah Liverpool Meraih La Sexta

Diperbarui: 26 Mei 2018   04:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tribunnews

Setelah sebelas tahun menunggu, akhirnya Liverpool kembali ke final Liga Champions Eropa. Terakhir kali merasakan atnosfer laga final pada musim 2006/2007 di Athena, Yunani. Saat itu Liverpool keok melawan AC Milan, lawan yang mereka taklukkan pada final 2005. 

Tahun ini The Reds di ambang juara. Tinggal selangkah. Syarat untuk juara makin mudah. Asalkan menang melawan Real Madrid, tim dari kota Liverpool ini akan meminang dan menimang Si Kuping Besar. Apabila itu terjadi, Liverpudlian (para pencinta Liverpool) akan bersukacita merayakan gelar keenam alias La Sexta. 

Akan tetapi, bukan perkara mudah menaklukkan Los Galacticos. Selain juara bertahan, Ronaldo dkk. tengah mengincar decimotercero alias juara ke-13. Dua tahun berturut-turut juara, 2016 dan 2017, semakin menegaskan kekuatan kesebelasan dari ibu kota Spanyol itu. Malah dalam kurun empat tahun terakhir, Ramos dan kolega tiga kali mengangkat Si Kuping Besar. Capaian yang sulit disamai klub mana pun.

Meski begitu, The Reds tidak boleh gentar apatah lagi tunduk sebelum bertempur. Bagaimanapun, Liverpool adalah simbol kebesaran Liga Inggris di kancah Liga Champions Eropa. Lima kali meraih juara dan dua kali juara dua merupakan bukti sahih kedigdayaan The Reds. Belum ada klub dari Inggris yang menyamai prestasinya. 

Hanya saja, sejarah itu sudah berlalu. Dinihari nanti tim besutan Klopp ini harusnya mencetak sejarah baru. Mereka bisa melewati Barcelona, Ajax Amsterdam, dan Bayern Munich. Dengan catatan menang melawan Real Madrid. 

Apakah pasukan Klopp akan bertaji di Stadion Olimpyskiy Kiev? Kenapa tidak. Liverpool punya tiga modal besar untuk menumbangkan Real Madrid.

Pertama, trio maut. Liverpool memiliki trisula andai. Musim ini, Trio Firmansah lebih ganas dibanding Trio BBC-nya Real Madrid. Trio Firmansah mencetak 29 gol. Mohamed Salah 10, Roberto Firmino 10, dan Sadio Mane 9 gol. Sedangkan Trio BBC hanya mencetak 20 gol. Ronaldo 15, Benzema 4, dan Bale 1 gol. 

Hanya saja, sepak bola bukan perkara statistik atau matematika belaka. Belum lekang dari ingatan bagaimana Barcelona terjungkal di kandang AS Roma, padahal tim dari Katalunya itu menang 4-1 pada laga pertama. Klopp tidak boleh lengah dan lemah. Trisulanya harus bekerja habis-habisan. 

Memang secara statistik penyerang Liverpool memang lebih tajam dan gol trio mautnya juga merata, namun acapkali yang subur mendadak mandul. Memang rataan gol Trio BBC amat jomplang, namun di atas lapangan yang tumpul bisa saja seketika tajam. Yang berlalu bisa dijadikan cermin, tetapi bukan pemicu rasa bangga yang memacu lupa diri.

Andai kata mesin gol Liverpool bekerja dengan sempurna, La Sexta bakal terwujud. Setajam apa pun penyerang lawan, selama Trio Firmansah mencetak lebih banyak gol berarti kemenangan akan tercapai.

Kedua, energi Klopp. Bukan rahasia lagi, Klopp termasuk pelatih yang  meledak-ledak. Sekali waktu kacamatanya jatuh dan patah. Energi dari pinggir lapangan itu harus disalurkan ke dalam lapangan. Dengan begitu, Milner dan rekan-rekannya bagaikan dilecut cemeti tak kasatmata. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline