Bencana alam yang terjadi di Palu adalah bencana alam ganda. Mula-mula gempa berkekuatan sekitar 7,6 skala richter, setelah 30 menit kemudian muncul tsunami dengan ketinggian air 6 meter bercampur lumpur tebal. Hingga saat ini bencana itu telah menyebabkan lebih dari 1400 korban tewas dan ribuan korban hilang.
Artikel ini disusun berdasarkan hasil perbincangan wartawati Guardian, Hannah Ellis-Peterson bersama Prof. Dr. Phil Cummins, seorang profesor bencana alam dari Australian National University, Adam Switzer, Ketua Sekolah Lingkungan Asia di Nanyang Technological University di Singapura, dan Dr Kerry Sieh dari Observatorium Bumi Singapura.
Apa yang menyebabkan bencana ganda: gempa dan tsunami?
Penyebab bencana ganda di Palu dan Donggala sejauh ini masih berada dalam tahap penelitian, karena bencana ganda berupa gempa dan tsunami jenis ini dengan kekuatan besar tersebut tidak biasa terjadi.
Hingga saat ini, para ilmuwan masih mencoba untuk menentukan penyebab pasti. Gempa Palu adalah jenis gempa yang tidak biasa menyebabkan kehancuran sebegitu besar.
Sebagaimana diketahui bahwa kekuatan gempa Palu terjadi pada Jumat (28/09/2018) pagi itu bukan merupakan jenis gempa dorong.
Jenis gempa dorong adalah jenis gempa yang menyebabkan terjadinya sebagian besar tsunami, di mana lempeng tektonik bergerak secara vertikal naik dan turun dan mendorong air.
Gempa Palu baru-baru ini disebabkan oleh apa yang dikenal sebagai kesalahan strike-slip, di mana lempeng tektonik bergerak secara horizontal.
Menurut Phil Cummins, profesor bencana alam di Australian National University, seperti dikutip Guardian (02/10/2018), gempa bumi jenis ini biasanya hanya menyebabkan tsunami yang sangat lemah.
Herannya bahwa gempa bumi Palu pada Jumat (28/09/2018) justru bisa menyebabkan tanah longsor bawah laut berkekuatan besar yang mendorong dan menggantikan air.
Tanah longsor bawah laut ini bisa saja terjadi di teluk Palu, dekat dengan pantai, atau lebih jauh ke laut.