Lihat ke Halaman Asli

Blasius Mengkaka

TERVERIFIKASI

Guru.

Rumit, Meski "Tenggelam" di Koalisi Jokowi-Ma'ruf, Golkar Harapkan Tetap Jaya di Pemilu 2019

Diperbarui: 1 Oktober 2018   22:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

kompas.com

Capres-Cawapres Prabowo-Sandiaga (Foto: Kompas.com)

Pada tahun 2014, Drs Yusuf Kalla yang menjadi Ketua Umum Golkar Periode 2004-2009 terpilih untuk menjadi Wapres dalam Pilpres 2014. Sayang sekali, Golkar saat itu berada di Koalisi Prabowo-Hatta. Sehingga dalam Koalisi Jokowi-JK tidak ada Partai Golkar. Tetapi pada Pemilu Legislatif 2014, Golkar menduduki tempat kedua secara nasional dalam perolehan suara. Pada Periode 2016-2017, Golkar sempat mencuat kembali di bawah pimpinan Setya Novanto yang kemudian menjadi Ketua DPR RI tetapi sayang Setya Novanto harus jatuh karena tersandung kasus korupsi.

Pada Pemilu 2019 nanti, DPP Partai Golkar memilih untuk berada di Koalisi Jokowi-Ma'ruf. Tetapi posisi politik ini melalui proses yang labil. Kondisi kelabilan posisi Golkar di tubuh Koalisi Jokowi ini dikaitkan dengan faktor elektabilitas yang dikhabarkan terus menurun pasca DPP Golkar mendeklarasikan dukungan untuk Jokowi-Ma'ruf. Golkar mengemban misi khusus di Koalisi Jokowi. 

Di tubuh Koalisi Jokowi, tuntutan Golkar untuk jabatan Cawapres tak terpenuhi. Kondisi ini menjadi sumber ketidakpuasan Golkar di tubuh Koalisi Jokowi. Sebab Jokowi tidak memilih Airlangga Hartarto sebagai Cawapres.

Ketidakterpilihan ketua Umum DPP Golkar Airlangga Hartarto menjadi Cawapres mendampingi Jokowi bukan masalah sepeleh. Sebab buntut ketidakterpilihan Airlangga Hartarto menjadi Cawapres adalah dugaan menurunnya elektabilitas Golkar pada Pemilu 2019 yang akan datang. Tanpa posisi Cawapres dikuatirkan massa pemilih akan berbelok haluan untuk menjauhi Golkar.

merdeka.com

Forum Caleg Golkar deklarasikan dukungan untuk Prabowo-Sandi (Foto: Merdeka.com)

Sehingga senior-senior Golkar ada yang telah membuat kebijaksanaan berbanding terbalik dengan DPP Golkar. Pada Rabu, 26 September 2018 yang lalu, misalnya, para senior Golkar yang tergabung dalam GoPrabu malahan menyampaikan aspirasi dan dukungan terhadap Prabowo-Sandi di Pilpres 2019 di kediaman Prabowo di Jln. Kartanegara, Jakarta Selatan.

Capres-Cawapres No. urut 1 dan 2 saat menghadiri deklarasi kampanye (Foto: Antara)

Dalam posisi di Koalisi Jokowi, Golkar merasa elektabilitasnya rendah dan tidak menguntungkan. Sehingga sejumlah Caleg Golkar mendeklarasikan dukungan mereka kepada Prabowo. Hal itu terkait respons atas sikap elit Golkar dan massa akar rumput. Elit Golkar dan massa akar rumput tidak puas karena Jokowi tidak memilih Ketua DPP Golkar sebagai Cawapresnya.

Seperti dirilis Kumparan.com (28/08/2018), dukungan para senior Golkar untuk Prabowo diperkirakan akan memuncak pada bulan November 2018. Para senior Golkar seperti Fadel Mohammad dan Aburizal Bakrie punya sikap berbeda dengan DPP Golkar saat ini.

Elektrol efek dari ketidakterpilihan Airlangga Hartarto dinilai sangat tidak menguntungkan para caleg Golkar di daerah. Jika pro Jokowi lalu tidak terpilih juga repot karena di masa lalu Golkar berada di Koalisi Prabowo. Mimpi terhadap kejayaan Golkar masa lalu membuat sebagaian besar kader memiliki muka dua saat berada baik di Koalisi Prabowo maupun di Koalisi Jokowi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline