Foto diambil dari: Http:// digicoll.manoa.hawaii.edu
Pendahuluan
Judul tulisan ini saya temukan ketika membaca sebuah Poster yang dikeluarkan oleh ICW (Indonesia Corrupton Watch). Sekilas saya sangat tertarik dengan Poster ini. Poster yang dikeluarkan ICW ini bergambar sebuah Simpul Tali yang terjalin dan biasanya digunakan oleh para peternak sapi atau kuda di NTT untuk mengikat sapi atau kudanya agar hewan-hewan itu dapat dengan tenang merumput di lapangan yang berisi rerumputan yang hijau.
Simpul Tali itu kelihatannya memang sangat kuat dan kukuh, bukan saja karena bahan pembuatannya yang berasal dari sejenis plastik yang kuat sekali, namun bahwa kemampuan ikatan dari Tali itu memiliki kemampuan daya ikat yang tinggi untuk membuat hewan yang diikat itu menjadi tak berdaya dan akan mengikuti apa yang dikehendaki oleh pemilik hewan-hewan yang diikat oleh Tali itu.
Simpul Tali yang digambarkan dalam Poster itu sebenarnya mau mendeskripsikan bahwa bila korupsi terjadi dan menjerat bangsa kita, maka masa depan bangsa kita menjadi terbelenggu dan terikat. Kita tidak akan menjadi maju. Korupsi yang telah membelenggu masa depan bangsa membuat bangsa menjadi kehilangan masa depan dan masa depan menjadi suram (Madesu=Masa depan suram). Maka maksud tulisan dalam Poster itu yang berbunyi: Indonesia Bukan Milik Mbahmu memiliki makna yang dimaksudkan oleh penulis Poster itu adalah mengajak para pembacanya untuk memerangi korupsi atau antikorupsi.
Sangat menarik untuk mengkaji tema Poster ini menjadi sebuah tulisan yang menarik yang di dalamnya berisi analisa kritis tentang makna di balik tema poster: Indonesia Bukan Milik Mbahmu. Kata Mbah secara etimologis berasal dari sebuah kata bahasa Jawa yang berarti nenek atau kakek atau leluhur dari seorang dari suku Jawa. Secara genealogis seseorang dari suku Jawa yang dilahirkan oleh orang tuanya memiliki kemampuan dan hak-hak untuk mewarisi minat, bakat, kekayaan, karya dan usaha dari mbahnya.
Hak warisan untuk hidup dan berkarya merupakan hak warisan yang bersifat turunan atau hubungan geneologis. Hal ini masih banyak ditemukan di wilayah pedesaan Jawa atau wilayah perkotaan di Jawa. Misalnya usaha peternakan, usaha tambang, usaha panganan atau makanan, batik, dll selalu merujuk pada turunan atau warisan dari leluhur atau mbahnya.
Pekerjaan atau profesi atau usaha karena warisan orang tua seringkali memang kebetulan saja terjadi apabila si anak sejak kecil selalu dibiasakan dengan situasi atau keadaan tersebut dalam keluarganya. Warisan gen atau turunan memperkuat pekerjaan atau usaha sang anak hingga akhirnya mampu berdiri sendiri dan mampu menjalankan perusahaan orang tuanya.
Pekerjaan atau penghidupan manusia yang berdasarkan keturunan pada masa sekarang ini, di Indonesia semakin berkurang. hanya keluarga-keluarga pemimpin adat tertentu yang masih mempertahankan ciri kepemimpinan berdasarkan keturunan. Sekarang ini, penghidupan berdasarkan keturunan mungkin hanya terdapat pada bagian kecil warga Indonesia dari suku Tionghoa.
Masyarakat telah beralih profesi atau pekerjaan. Mereka beralih pekerjaan dari faktor keturunan kepada faktor pendidikan, study dan kursus. Dengan demikian pekerjaan dan penghidupan manusia tidak bergantung sepenuhnya pada geneologis. Namun telah bergantung kepada minat, pilihan, pendidikan, study dan tugas.