Lihat ke Halaman Asli

Blasius Mengkaka

TERVERIFIKASI

Guru.

Sertifikasi Guru: Prosedur Rumit, namun Dianggap dan Dipahami Mudah

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Antara tahun 2007-2010, ketika penilaian Sertifikasi guru bukan melalui jalur Uji Kompetensi Guru seperti sekarang, proses Sertifikasi telah melalui serangkaian prosedural yang cukup rumit. Melalui serangkaian tahab demi tahab, mulai dari pengiriman nama-nama calon, pengumpulan Portofolio, Penilaian oleh Team Assesor Dinas Pendidikan Daerah Kabupaten hingga Team Assesor LPMP, mulailah proses Sertifikasi itu. Penilaian demi penilaian terhadap Portofolio guru menghasilkan penentuan lulus atau tidak lulus yang bersumber pada pencapaian nilai berdasarkan penilaian Portofolio yang dikumpulkan guru yang selanjutnya diikuti oleh tahaban penilaian oleh Team Assesor LPMP NTT dalam hal ini Team Penyelenggara Sertifikasi Rayon NTT. Maka beruntunglah bagi guru yang langsung lulus dalam Portofolio itu sebab mereka tidak perlu mengikuit Pendidikan Profesi selama 8 hari di LPMP Propinsi oleh Universitas Penyelenggara Sertifikasi Rayon.

Sedangkan bagi yang belum lulus ialah kelompok guru yang mengantongi nilai di bawah batas minimum untuk lulus. Kelompok guru yang nilai Portofolionya tidak mencapai syarat kelulusan harus mengikuti pendidikan Profesi yang lamanya 8 hari penuh di LPMP Provinsi. Pendidikan profesi diselenggarakan oleh oleh Team Assesor Universitas Penyelenggara Sertifikasi Rayon. Antara bulan Pebruari- Maret 2008, saya bersama kelompok guru di NTT menjadi salah satu kelompok guru yang mengikuti Pendidikan Profesi atau PPLG di LPMP Propinsi NTT. Kami mengikuti Pendidikan Profesi karena dinyatakan tidak memenuhi persyaratan untuk Lulus langsung dalam Penilaian Portofolio guru.

Sedangkan bagi para guru yang sudah lulus langsung Portofolio, kelompok guru itu tidak perlu lagi mengikuti tahaban Pendidikan Profesi di LPMP Propinsi NTT, seperti halnya kami ketika itu. Pada bulan Maret 2008, kami lulus Pendidikan Profesi Guru dan selanjutnya bersama kelompok guru yang telah lulus langsung pada Penilaian Portofolio guru, kami menerima Sertifikat Pendidik yang diserahkan langsung oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Belu di Aula SMA Katolik Surya Atambua, NTT, Indonesia. Penantian panjangpun tuntas sudah. Selanjutnya kami harus melampirkan Sertifikat Pendidik itu untuk melamar ke salah satu bagian Dikbud Pusat, untuk selanjtnya mendapatkan SK Dirjen PMPTK tentang besarnya dana Sertifikasi.

Hingga kami menerima SK dari Dirjen PMTK, kami melalui sebuah prosedural yang cukup rumit, berbelit-belit dan penuh kesabaran. Saya bersama kawan-kawan guru yang tamat S1 di bawah tahun 2002, tak mengalami persoalan berarti karena masa kerja dan tahun Ijazah Sarjana memungkinkan proses Sertifikasi itu. Namun ini sangat membebankan bagi para guru yang memiliki masa kerja hingga 20-30 tahun namun mereka belum memiliki Ijazah S1. Pemerintah akhirnya menyetujui proses Sertifikasi itu berlaku juga bagi guru yang belum S1 namun memiliki masa kerja 30 tahun lebih atau telah berumur di atas 50 tahun. Ada catatan khusus untuk guru-guru demikian yakni bahwa perolehan Sertifikat Pendidik bagi mereka hanyalah sebagai penghormatan atas jasa-jasanya sebagai Pendidik puluhan tahun. Saya pikir ini sebuah kebijaksanaan yang sangat bertoleransi, ada penghargaan bagi seorang guru di balik ijinan untuk proses Sertifikasi itu sendiri.

Sesungguhnya nilai sebuah Sertfikat Pendidik disinyalir sangat tinggi sebab Sertifikat Pendidik itu memiliki nilai yang terus berjalan setiap bulan selama para guru pemiliknya dapat melakukan aktivitas profesi sesuai dengan persyaratannya. Sesungguhnya pula bahwa para pemilik Sertifikasi itu telah menjelma menjadi guru era baru di mana sebelumnya ia dianggap bekerja sebagai guru, namun kini ia berprofesi sebagai guru oleh sertifikat Pendidik itu. Secara hakiki ada perbedaaan antara pekerjaan dan profesi.

Pekerjaan lebih kepada pekerjaan kasar atu pekerjaan yang membutuhkan tenaga lebih besar, sedangkan profesi tidak merupakan Pekerjaan. Profesi berhubungan dengan keprofesionalan, keahlian, tampilan fisik, dll. Dalam hal ini para Pendidik yang memiliki Sertfikat Pendidik ialah para profesional yang berkarya dalam gaya baru yang bermartabat dari bentuk karya sebelumnya. Dengan kata lain, ada perubahan baru dalam cara dan penampilannya berkarya.

Namun sayangnya pengharusan untuk bekerja 24 jam/minggu masih menjadi kendala agar para Pendidik itu mampu berprofesi sebaik-baiknya. Jumlah 24 jam masih sangat membebankan, sementara itu banyak guru baru hasil Pendidikan PTpun setiap tahun mulai diproduksi. Akibatnya ada semacam kelebihan beban mengajar yang menimpah para guru sertifikasi namun ada kehilangan jam-jam mengajar pada para guru muda.

Berbagai persaingan dan kesulitan dalam pemahaman itu mengkibatkan kurangnya pemahaman yang seimbang terhadap kehadiran para guru Sertifikasi pada setiap sekolah. Krisis kepercayaanpun mulai menyeruak. Malahan para guru Sertifikasi telah dinilai kurang bagus bekerja. Inilah pemahaman yang salah yang kemudian berakibat pada ancaman pemberhentian TPP, dan ancaman penundaan pembayaran TPP sebagai akibat dari jumlah guru penerima TPP di Indonesia sangat banyak. Mudah-mudahan makin lama waktu berjalan ada penerimaan terhadap kehadiran para guru Sertifikasi yang diikuti dengan pemahaman yang benar atasnya. Dengan pemahaman yang benar maka muncul penghormatan yang wajar, yang kemudian berimbas pada kelancaran pembayaran TPP. Semoga!

____________________________________

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline