Lihat ke Halaman Asli

Blasius Mengkaka

TERVERIFIKASI

Guru.

Teladan dan Jalan Kesetiaan Perlu Dibalas Dengan Kesetiaan Pula

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Suatu siang di bulan Oktober 1992, di dalam Kapela gereja Seminari Lalian, saya terpekur di depan jenazah imam dan misionaris SVD asal Belanda, P. Gerhard Nikolaas Schrombges, SVD. Imam misionaris SVD itu telah dipanggilpulang oleh Tuhan. Selama ini saya mendengar bahwa katanya Almarhum telah menjadi warga Indonesia, namun selalu berkontak dengan Fammilienya di Belanda demi kepentingan kebutuhan ekonomis komunitas Seminari Lalian.

Alm. Pater Schrombges, SVD menghembuskan nafasnya terakhir ketika kami semua komunitas Seminari Lalian sedang berpiknik di Suai-Timor-Timur dalam rangka perayaan 40 Tahun Seminari Lalian. Pesat itu dirayakan sekitar akhir bulan September 1992.

Saya ingat sekali ketika tahun 1990, saat saya masuk untuk pertama kalinya di kantor Pater Prokurator Schrombges untuk membereskan keuangan saya. Suara misionaris itu tegas dan lantang. Ia menegaskan bahwa para siswa harus tepat waktu membayarkan keuangannya agar mereka bisa Sekolah dengan aman. Sayang kini, beliau telah terbujur kaku dalam damai. Saya terpekur dalam doa sambil memegang kontasku. Berdoa sambil menanti ekaristi pemakaman yang sebentar lagi bakal digelar di Kapela Seminari untuk menghantarkan kepergian Pater Schrombges ke tempat peristirahatan akhirnya di pekuburan biara SVD Nenuk.

Selesai misa agung peristirahatan akhir untuk menghormati Alm Pater Schrombges oleh Mgr Anton Pain Ratu, SVD. Peti jenasah Pater Schrombges, SVD dipukul dengan santun oleh rekan-rekan imamnya diiringi oleh ribuan umat yang mengelilingi jalanan biara. Peti jenazah Pater terus dipikul dengan berjalan lurus menuju ke Kapela Nenuk untuk ibadah perpisahan. Lalu terus dipikul menuju peristirahatan terakhirnya. Langkah kaki-kaki perlahan-lahan, diringi tangisan biarawan/biarawati, para karyawan/i, para Seminaris dan para karyawan tanpa suara. Kami semua diam sambil mengenang jasa sang Misionaris Eropa sejati yang telah menang dan kini beristirahat dalam damai.

Misionaris agung yang telah berjasa menaburkan Sang Sabda di Timor-Barat kini satu demi satu berguguran di haribaan bumi Timor-NTT, bumi yang menjadi tempat mereka bekerja ibarat kebun anggur. Jutaan tanda salib dan sakramen permandian dibabtiskan kepada anak-anak Timor. Benih itu akhirnya tumbuh dan bersemi lalu menjelma menjadi jutaan orang Timor-NTT kini yang berbangga diri hidup dalam alam kemerdekaan. bagi para misionaris yang mengabdi Tuhan hingga ajal menjemput, mereka sudah seperti orang Timor-NTT sendiri, telah menyatu erat dengan sejarah dan pergulatan orang Timor-NTT. Jasa mereka tetap terkenang selalu.

Beberapa tahun kemudian, ketika saya berada di rumah orang tua, saya mendengar bahwa seorang Suster Misionaris SSpS Eropa sedang sakit berat di RS Halilulik. Saya berjuang untuk menjenguknya. Di depan kamar rumah sakit, saya berjumpa dengan puluhan umat yang menanti saat-saat menegangkan itu. Tak lama kemudian, lonceng gereja Halilulik dibunyikan.

Itu tandanya seorang misionaris SSpS meninggal dunia. Perlahan saya berbaur dengan para pengunjung di RS Halilulik, saya sempat pula menyaksikan wajah putih nan bercahaya seorang misionaris SSpS, Sr Amanda Robers, SSpS meninggal dalam damai dan tersenyum bahagia. Muder Amanda telah meninggal dunia. Dia adalah salah seorang misionaris SSpS yang cemerlang.

Menyaksikan peristiwa meninggalnya para misionaris Eropa di Timor, NTT dan Flores yang begitu damai, saya cuma berujar dalam hatiku sendiri: Kesetiaan mereka hingga kekal bagi iman dan penghayatan kaul-kaul tanpa pamrih telah ditunjukkan mereka semua. Iman yang kokoh dan bersahaja sungguh luar biasa. Kehidupan mereka telah menjadi seperti kehidupan Kristus sendiri. Kristus telah menyatu dalam diri mereka, para misionaris Eropa yang setiawan/wati.

Tahun 1994 saya melamar dan diterima menjadi Frater SVD di Nenuk. Empat tahun kemudian saya mengundurkan diri. Janji untuk mengikuti teladan para misionaris SVD Eropa menjadi sirna. Sayapun kembali dan mengabdikan diri menjadi seorang awam Katolik sejak tahun 2002 hingga saat ini. Saya seperti bekerja sebagai misonaris SVD di tengah bangsa sendiri, mengajar bahasa Jerman, bahasa ibu dari para misionaris awal. Kadang-kadang saya merasa seperti orang asing di negeri sendiri. Padahal saya merupakan darah daging bangsaku, bangsa Indonesia.

Namun saya yakin bahwa di bumi Timor-NTT khususnya dan di bumi Indonesia umumnya ini, mestinya nama dan pengalaman religious bersama para Misionaris Eropa patut selalu dikenang. Mereka ibarat para petani ulung Penabur benih iman yang kokoh bagi bangsa Indonesia. Teladan kesetiaan mereka harus dibayar dengan kesetiaan pula yakni kesetiaan akan iman dan pengharapan akan hidup yang kekal. Salam berbahagia bagi kalian kaum yang berbahagia. Peretas jalan bagi iman Kristen di bumi Indonesia. Jasa kalian sungguh besar bagi umat Timor-NTT dan bagi Indonesia seluruhnya. Dalam kesederhanaanmu semua, rupanya kalian merupakan Fundator pendidikan iman di negeri ini yang juga patut dikenang selalu. Terima kasih atas jasamu. Doakanlah kami semua bangsa Indonesia agar selalu bersatu dan sejahtera lahir dan bathin!

_______________________________________




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline