Salah satu program ekonomi baru Capres Jokowi ialah subsidi untuk keluarga miskin Indonesia sebesar Rp 1 juta setiap bulan bila anggaran Indonesia tumbuh 7% setiap tahun. Subsidi Rp 1 juta perbulan ini merupakan langkah nyata pemerintahan Jokowi bila terpilih menjadi Presiden RI pada 9 Juli 2014 yang akan datang sebagai bagian dari program pengentasan kemiskinan di Indonesia. Pria 53 tahun itu yakin, bahwa dengan subsidi Rp 1 juta perbulan, rakyat miskin Indonesia bisa terbebaskan.
Program ekonomi bagi rakyat ini merupakan upaya team Jokowi untuk membuat suasana kampanye lebih hidup sebab selama ini materi kampanye Jokowi dinilai sangat stagnan dan tidak hidup bila dibandingkan dengan materi kampanye Prabowo/Hatta.
Dengan program barunya ini ada harapan besar bagi Jokowi/Kalla untuk maju ke depan panggung perpolitikan nasional meskipun tampaknya akan cukup tersaingi secara ketat oleh pasangan Prabowo/Hatta sebab dengan mengkonsepkan rakyat sebagai sasaran pembangunan karena kemiskinan ekstrim. Tampaknya kemiskinan Indonesia bukanlah yang paling utama sebagai sebuah objek, kemiskinan Indonesia harus dihadapi dengan sikap mental manusia yang berugahari. Kekayaan bukanlah yang bisa dilihat oleh mata manusia namun oleh mata indrawi yang lebih halus. Ini menyangkut sikap mata rohani dan mata jiwa yang mengutamakan kekayaan rahmat cinta dan pengasihan.
Kalau suasana kampanye selalu tampak dingin dan stagnan, pandangan orang akan gampang menemukan kemiskinan ekstrem pada kelompok orang di depannya. Namun ini berbeda bila suasana kampanye tampak hidup dan berapi-api. Di sana, pemikiran akan kesengsaraan menjadi hilang oleh spritualitas yang menyala-nyala dan hidup. Dan Prabowo/Hatta dinilai telah berjalan selangkah oleh kobaran api semangat yang membara di dada selama kampanye Pilpres ini. Ini membuat orang punya alasan untuk memahami hasil Polling Kompasiana saat ini yang memberikan point 55,28% untuk kemenangan Prabowo/Hatta, Jokowi/Kalla meraup 42,32% dan Tak memberikan suara 2,387% suara.
Sebagai pemimpin yang sangat dekat dengan rakyat dan bukan berasal dari militer, Jokowi berupaya untuk ramah terhadap rakyat kecil dengan program peduli keluarga miskin ini. Rencana subsidi ini di satu sisi merupakan balas jasa bagi rakyat kecil yang selama ini telah membentuk self community government untuk Jokowi menjadi Presiden. Self Community Government ialah pemerintahan yang berasal dari spontanitas, inisiatif dan kreativitas warga termasuk ide, gagasan dan pengumpulan dana untuk kegiatan pemerintahan. Dan ini telah ditunjukkan oleh Jokowi. Dia didukung oleh berbagai element yang sebagian besar ialah rakyat kecil di pasar-pasar tradisional untuk dana kampanyenya. Suasana kampanye Jokowi memang sangat kentara self community government yakni pemerintahan yang diprakarsai oleh inisiatif dan spontanitas warga.
Dampak model pemerintahan berdasarkan spontanitas warga memiliki dampak negatif tersendiri, di mana sentralisasi kekuasaan atas ekonomi rakyat menjadi kurang terlaksana. Ini disebabkan adanya ketidakpuasan bahwa pemerintah telah gagal dalam mengelola kekayaan alam Indonesia demi kepentingan kesejahteraan rakyat Indonesia, namun demi kepentingan elit yang korup.
Dalam self community government, simbol-simbol kekuasaan menjadi memudar. Prestasi dan kinerja manusia bukan menjadi ukuran kesuksesan. Nilai-nilai kehidupan bersama menjadi milik komunitas bukan milik pemerintah. Komunitas yang spontan dan bersatu ialah fundamen kepemimpinan. Ini berbeda dengan pola kepemimpinan pemerintahan murni, yang meskipun sangat demokratis sekalipun namun cara-cara top down masih tetap digunakan. Dalam arti bahwa sistem perekonomian mengarah ke pusat, uang mengalir ke pusat lalu pusat mendropkan kembali uang untuk rakyat berdasarkan perhitungan prestasi, pendidikan dan kinerja.
Kita melihat bahwa selama ini praktek pemerintahan di Indonesia mengkombinasikan keduanya yakni self community goverment dan pemerintahan murni. Ini tercermin dalam pemerintahan desa dan lembaga swasta. Dalam kedua institusi ini, selalu ada persoalan menyangkut sistem penggajian atau pengupahan yang tidak layak. Selalu ada demonstrasi dan keluh kesah atas ketidakpuasan dalam soal pengupahan yang layak. Lalu pemerintah melakukan intervensi dengan cara memberikan bantuan dan penggajian yang layak sesuai dengan pertimbangan tingkat pendidikan dan kinerja.
Nampaknya subsidi bagi keluarga miskin akan terbentur pada soal rendahnya tingkat pendidikan rakyat. Ini menjadi soal besar dan paradoks dari subsidi keluarga miskin. Usaha skala kecil dan menengah merupakan sasaran subsidi itu menjanjikan persoalan besar yakni rendahnya tingkat pendidikan. Ini menjadikan prospek suram bagi subsidi itu sendiri sebab dalam teori produktivitas, semakin tinggi tingkat pendidikan produktivitas dan kreativitas manusia menjadi meningkat. Kita lihat saja, bahwa Jokowi/Kalla sudah tampak maju di depan mata meskipun langkahnya terseok-seok.
_____________________________
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H