Lihat ke Halaman Asli

Blasius Mengkaka

TERVERIFIKASI

Guru.

Di Timor-NTT, Perlu Tiga Hingga Empat Malam Mete Ketika Terjadi Kematian

Diperbarui: 18 Juni 2015   04:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="620" caption="Rumah Adat NTT | Kompasiana, (Kompas.com)"][/caption]

Kematian merupakan sebuah peristiwa yang dapat saja menimpah semua manusia tanpa kecuali termasuk bagi seorang Belu (Timor-NTT). Adalah sebuah kenyataan yang terjadi bahwa rata-rata orang di sini sangat takut mati. Ini terjadi karena adanya ketidakpastian tentang hidup di seberang sana, adanya ancaman tentang penderitaan kekal, penderitaan sementara di seberang sana, namun juga bahwa perlu dana besar selama acara mete, juga dana untuk pemberesan adat dan pelaksanaan sejumlah tradisi hingga dana untuk penguburan mayat.

Lazimnya, ketika seseorang menghembuskan nafas terakhir, para petugas "pemberitahu" disebarkan ke seluruh rumah keluarga di manapun mereka berada teristimewa keluarga-keluarga atau kerabat si mati yang berada di tempat yang dekat, untuk memberitahukan perihal kematian itu lengkap dengan kewajiban adat yang harus dipikul. Ini perlu waktu sekitar 3-4 hari sampai seluruh keluarga datang melayat. Keluarga dekat si mati, biasanya menyiapkan seekor ternak, kain untuk bungkus mayat, pakaian untuk mayat, uang dan beras. Ini biasanya melibatkan beberapa kenalan dan keluarga. Selain itu perlu juga tenaga manusia untuk memasak dan menyiapkan berbagai keperluan pesta kenduri seperti penerangan, kayu bakar, air minum, tenda, dll.

Selama 3 hingga 4 malam, tampak keluarga tak henti-hentinya meratap dengan keras dan nyaring di depan jenazah, sementara para keluarga dan pengunjung tampak membeludak di tenda-tenda. Minuman dan hidangan perlu disiapkan keluarga, biasanya perlu dibunuh sekian banyak babi dan sapi. Perlu dipinjam sekian banyak piring, sendok, gelas minum, dll. Sementara itu, tampak juga orang bermain judi seperti bola guling, permainan dadu (kuru-kuru) dan permainan kartu, juga tampak orang berdagang. Selama 3-4 malam mete, berbagai halangan adat misalnya, belis perlu dibereskan selama jenazah dibaringkan dalam rumah duka.

Sementara itu, beberapa lelaki tampak sibuk menggali kubur dan menyiapkan peti mati. Demikianpun kesibukan di dapur sangat meningkat cepat. Di kuburan perlu disiapkan hidangan khusus untuk pekerja kubur yang sedang membangun kubur  dengan sement dan keramik. Setelah penguburan selesai, toh orang masih menyelenggarakan lagi sejumlah acara, misalanya: pemasangan salib, acara 100 hari, acara pengiriman alat-alat makan kepada si mati di tempatnya yang baru, dll. Pendeknya selama dan hingga penguburan dan sesudahnya, telah terjadi sekian banyak aktivitas yang membutuhkan banyak tenaga, biaya dan waktu.

Sebelum perjumpaan dengan orang-orang Eropa, hampir semua penguburan dilakukan dengan tanpa peti mayat yakni dibungkus dengan tikar. Kemudian orang-orang Eropa mengajarkan penguburan dengan menggunakan peti mati yang difernis bagus. Hingga kini hampir semua jenazah menggunakan peti mati yang difernis. ditanam dalam kuburan yang dilapisi sement, menyusul keramik. Mereka yang mampu membuat kuburan keluarganya seperti sebuah hunian yang nyaman, terdapat rumah kecil, keramik penuh, dll. Pemberkatan kuburan juga sering membutuhkan perayaan misa, pesta dan musik.

Pada masa lalu hingga kini, oleh karena pertimbangan keefisienan dan keefektifan, beberapa keluarga subbangsa Tetun kemudian membentuk satuan gugus rumah adat. Tujuannya ialah merampingkan acara adat di rumah duka. Pada setiap kedukaan, perlu dirampingkan acara dan pengorbanan hewan, selanjutnya, semua keluarga yang meninggal dunia akan dikumpulkan dalam sebuah ritual khusus di rumah adat. Ini lebih efisien dan efektif namun mengindikasikan bahwa orang harus selalu berada atau tinggal di dekat rumah adat. Sesuatu hal yang sangat tidak mungkin bagi orang modern ini, karena orang sering selalu berpindah domisili karena tugas atau karena keinginan pribadi.

Berbagai upaya telah coba ditempuh pemerintah dan gereja untuk menyederhanakan acara adat, meskipun tidak selalu berhasil tapi tampaknya usaha penyederhanaan acara adat itu mulai berhasil. Dengan penyederhanaan itu maka banyak biaya bisa ditekan dengan itu dana bisa dialihkan untuk pendidikan, pembangunan rumah-rumah yang sehat, dll. Semoga dengan itu, taraf kehidupan masyarakat bisa meningkat tanpa terhalang oleh kebiasaan adat, judi dan mete yang selalu dirasa kurang efektif dan efisien bagi kehidupan orang Timor-NTT.

________________________________________________________

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline