Beberapa drama politik mewarnai Indonesia menjelang "lengsernya rezim" Presiden Susilo Bambang Yudoyono dan Partai Demokratnya di ujung masa akhir kepemimpinan SBY 2 Periode atau 10 tahun (2004-1014). Bagi SBY, pemulusan jalannya menduduki puncak kekuasaan di RI merupakan kekuatan politik Pemilihan Langsung Presiden dan Pemilu Multipartai. Naiknya SBY selama 2 Periode meninggalkan pesan bahwa Orde Reformasi yang dibangun para mahasiswa/i dengan darah dan air mata ternyata belum seratus prosen menjawabi semua agenda perubahan pokok sistem kenegaraan bangsa Indonesia.
Di ujung masa kepemimpinan Presiden SBY, 2 punggawa perpolitikan bertarung untuk merebut kursi orang nomer satu di RI. Para punggawa poltik itu ialah Joko Widodo yang mengakui dan berasal dalam bayang-bayang mantan Presiden dan Ketua Umum PDI, Megawati Soekarnoputeri yang mewakili sebuah "tirani kuat" penguasa Orde Lama. Sedangkan punggawa perpolitikan yang menjadi lawannya ialah Prabowo Subianto, sang ketua pembina Partai Gerindra yang menguasai mayoritas Partai dengan jumlah Koalisi terbanyak, mewakili bayang-bayang sebuah "tirani kuat" penguasa Orde Baru. Setelah hasil Pilpres 2014 dihitung dan dikalkulasikan, Prabiowo Subianto dipastikan gagal meraih impiannya untuk duduk di kursi Presiden. Dia kalah suara dari Joko Widodo, yang dengan langkah pasti akan maju memimpin RI pada 20 Oktober 2014 mendatang.
Sebuah drama politik kecil tersaji menjelang bubarnya para anggota Legislatif Periode 2009-2014. Dalam keadaan terburu-buru, UU Pilkada untuk Pilkada melalui DPRDpun ditetapkan, di mana pendukung utamanya ialah para anggota Legislatif Koalisi Gerindra. Reaksi keras berdatangan, tak kurang Presiden SBY menyatakan keberatannya. Dia mendukung Pilkada Langsung dengan 10 catatan. Sebagai tandingannya, dia meluncurkan Perppu No.1 dan No.2 Tahun 2014 untuk Pilkada Langsung dengan memasukan 10 catatan. Tampaknya DPR RI periode baru belum bergeming untuk bersidang membahas Perppu Presiden SBY diakhir masa jabatannya.
Entah manakah yang nanti bertahan dan diakui? UU Pilkada versi DPR RI Periode 2009-2014, ataukah Perppu No.1 dan No.2 Tahun 2014 versi Presiden SBY? Tampaknya DPR RI mendapat tambahan beban baru setelah pemilihan ketua DPR, DPD dan MPR selesai. Mereka harus bersidang dan 'mengadili' usulan SBY, setuju Perppu versi Presiden SBY atau menolak Perppunya Presiden SBY yang merupakan Ketua Umum Partai Demokrat?
Setelah Pilpres selesai, muncul para anggota DPR RI dan DPD baru bersidang. Tampak Koalisi Gerindra menguasai mayoritas DPR dan DPD, sehingga di atas kertas kekuatan Gerindra versus Koalisi PDIP tampak seperti sedang mengulangi drama Pilpres 2014. Koalisi Gemuk meloloskan Setya Novanto, dari Fraksi Golkar menjadi Ketua DPR RI. Sekali bayang-bayang kekuasaan Orde Baru kian menguat. Di tengah menikmati nikmatnya kursi Ketua DPR RI, Setya Novanto dihantui bayang-bayang ketakutan akan kasus korupsi. Namanya secara jelas telah pernah disebutkan oleh Nasaruddin sebagai salah satu pejabat yang menikmati uang korupsi. Tampaknya, Setya Novanto tak pelak kini di bawah bayang-bayang kekuasaan SBY yang terbukti membentuk rezim baru dalam masa 10 tahun kekuasaannya di kursi puncak kekuasaan RI tanpa terputus.
Para pemimpin baik di lembaga, kementerian, pemerintahan daerah bahkan MPRpun kini memerintah di bawah bayang-bayang tirani-tirani kekuasaan yang pernah ada di Indonesia. Tiga Tirani kekuasaan itu bahkan kini sangat jelas dipandang ratusan juta mata bangsa Indonesia. Tirani-tirtani kekuasaan itu ialah Tirani Soekarno dengan bayangan Orde lamanya, Tirani Soaharto dengan bayangan kekuasaan Orde Braunya dan kini Tirani rezim SBY dengan bayangan kekuasaan 10 tahun Pemilihan Langsungnya.
Tirani-tirani kekuasaan ini sedang mencengkeram dan menggertak bangsa Indonesia, membuat orang merasa ketakutan sendiri. Semoga gertakan ini tak mempan untuk mematikan Pancasila dan demokrasi untuk rakyat, dari rakyat dan oleh rakyat Indonesia demi kesejahteraan dan masa depan bangsa yang selalu dinamis di tengah perubahan zaman.
_________________________________
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H