Timor-Timur telah lepas dari pangkuan NKRI dan menjadi negara merdeka sendiri pada 20 Mei 2002. Sebelumnya, Timor Leste melalui periode pengalaman sejarah integrasi dengan NKRI sejak tahun 1976, selanjutnya dikuatkan dengan Dokumen TAP MPR RI No. VI/1978, Tanggal 22 Maret 1978. Tak pelak, sebagai konsekuensi dari integrasi itu, maka sejak tahun 1976, selain TNI/Polri, PNS dan pejabat negara yang mendapatkan tugas negara untuk wilayah propinsi ke-27 itu, juga berdatangan atau berimigrasi penduduk Indonesia ke wilayah Timor-Timur, mereka itu bekerja sebagai pedagang, petani, nelayan, tukang, peternak, pencari kerja, dll ke wilayah Timor-Timur.
Timor-Timurpun menjadi lahan yang subur bagi sebagian penduduk Indonesia yang berimigrasi ke sana. Banyak yang teelah berhasil menjadi "orang" dengan memiliki rumah, tanah dan ternak di Timor-Timur. Para pencari kerjapun meraup keuntungan. Termasuk para pencari kerja untuk melamar menjadi TNI, Polri dan PNS selama periode integrasi.
"Sangat mudahnya mencari kerja di Timor-Timur ketika itu, saya saja yang baru tamat SMA, satu hari tiba di Dili langsung ditawari menjadi PNS" kata seorang sahabat yang merahasiakan namanya kepada penulis suatu ketika. Ini sangat paradoks dengan penduduk asli Timor-Timur sendiri, yang karena ketertekanan dan kurangnya pendidikan, ternayata mereka kalah bersaing dan tertinggal di kampung sendiri. Oleh karena itu, pembangunan selama integrasi bagi sebagaian warga asli Timor-Timur masih belum menguntungkan mereka. Bagi mereka, pembangunan di Timor-Timur selama integrasi sangat terlambat. Padahal dalam waktu yang bersamaan, para emigran dari tanah air, yang karena kemajuan pendidikan, menikmati berbagai fasilitas pembangunan karena integrasi itu menjadi makmur.
Apa yang terjadi di Timor-Timur akhirnya berubah total pada masa reformasi. Situs www.Sejarah nasional dan dunia.blogspot.com menulis, "Pada masa reformasi, desakan agar merdeka semakin kuat. Pada Masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie, pemerintah mengeluarkan opsi terhadap masalah Timor Timur pada tanggal 3 Februari 1999. Opsi pertama berisi menerima otonomi khusus yang berarti tetap berintegrasi dengan Indonesia. Sedangkan opsi kedua berisi menolak otonomi khusus yang berarti Timor Timur lepas dari Indonesia. Opsi ini dari pemerintah Republik Indonesia ditindak lanjuti dengan pembicaraan antara Indonesia, Portugal dan PBB. Jejak pendapat disaksikan oleh misi PBB yaitu United Nations Mission East Timor (UNAMET). Akhirnya pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Lorosae dinyatakan merdeka dengan presiden pertamanya Xanana Gusmao".
Kemerdekaan Timor Lorosae sedikitnya ternyata membawa mimpi buruk bagi sebagian penduduk Timor Leste kini dan sebagian warga Indonesia yang sudah tampak "menjadi berhasil" di tanah Timor Lorosae selama integrasi. Akibat kemerdekaan Timor Lorosae, terjadi arus pengungsian besar-besaran dari para pendukung integrasi ke wilayah Indonesia. Mereka itu selain penduduk asli Timor-Timur sendiri, namun juga penduduk eks Timor-Timur kelahiran luar Timor Timur yang telah menjadi berhasil di propinsi ke-27 itu selama masa integrasi. Mereka meninggalkan segala kekayaan yang dikumpulkan di Timor-Timur selama intergasi dan kembali berjuang dari nol di berbagai wilayah Indonesia dengan beragam pekerjaan warisan yang mereka dapatkan akibat integrasi yakni entah sebagai PNS, TNI ataupun polisi.
Kelompok bekas pejuang di Timor-Timur memiliki kekuatan besar dan tampaknya mereka memiliki daya gebrak yang luar biasa. Salah satu kekuatan mereka tampak dan tercermin dalam kepemimpinan Presiden SBY selama 10 tahun. Kini kelomp0k ini tampaknya hampir habis, setelah kekalahan mantan Danjen Kopasus Prabowo Subianto, yang masih memiliki latar belakang pejuang Operasi Seroja. Tampilnya Presiden Joko Widodo sebagai presiden RI, mengalahkan saingannya Prabowo Subianto membuktikan bahwa kekuatan para pejuang Timor-Timur hampir habis, selain pada sebagian kecil PNS dan TNI yang masih mempertahankan kekuasaannya sedikit-sedikit.
Periode integasi ialah periode melubernya para pencari kerja di Timor-Timur, dan mereka berhasil mendapatkannya. Namun setelah Timor Lorosae merdeka, mereka melepaskan semua yang didapatkan dan kembali bekerja dari nol di berbagai wilayah Indonesia. Tak sedikit dari mereka yang kini hidup sebagai PNS, Polisi dan TNI, mempersalahkan saudara-saudarinya di Indonesia. "Mengapa selama periode integrasi, kalian tidak mau berjuang ke Timor-Timur juga?" Pertanyaan-pertanyaan dan ketidakpuasan seperti ini memang mungkin ada. Tapi tampaknya bahwa sejarah Indonesia di eks Timor-Timur tetap misteri dan unik. Sebab meskipun menjadi negara merdeka sendiri, Timor Leste tetaplah sebuah negara dengan kekuatan terbatas, baik dari segi militernya maupun kekuatan finansialnya, membuat kehidupan orang-orang Timor Leste kini tak ubahnya seperti nasib orang-orang dan pemerintahan Jerman Timur selama pemisahan dua Jerman akibat perjanjian Postdam. Bahkan ada pemikiran dari segelintir orang di Indonesia bahwa bukan tidak mungkin sejarah masa depan akan berubah seperti kalau kita belajar dari peristiwa reunifikasi Jerman pada 3 Oktober 1990 yang lalu. Why not?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H