Pada dasarnya, sebagian besar manusia memerlukan agama sebagai pedoman untuk kelangsungan hidupnya. Agama dapat memberikan ajaran kebaikan berupa ajaran moral, etika, atau aturan tingkah laku yang baik dan benar yang sesuai dengan jalan Dharma. Dalam konteks ini, agama Hindu menjadi salah satu agama yang banyak penganutnya. Agama Hindu merupakan agama yang universal dan fleksibel, yang mana ajarannya bersumber pada Veda. Dalam pelaksanaan agama Hindu, tidak ada ketentuan yang mengharuskan untuk mengikuti aturan atau pola-pola tertentu. Agama Hindu sangat bisa disesuaikan dengan budaya dan adat-istiadat yang berkembang di suatu daerah.
Di Bali, prinsip ini dikenal dengan sebutan Desa Kala Patra, yang artinya agama Hindu memiliki keluwesan dalam menyesuaikan ajaran-ajarannya pada setiap tempat, waktu, dan keadaan. Dapat diibaratkan bahwa agama Hindu itu seperti air jernih yang mengalir tanpa warna. Yang mana, warna air yang kita lihat bergantung pada warna tempat yang dilalui oleh air tersebut. Ajaran dalam agama Hindu sangat luas cakupannya. Bahkan beberapa ajaran dari agama Hindu dapat berlaku juga untuk agama lainnya. Seperti pada konsep Karma Phala atau hukum sebab akibat dalam ajaran Hindu.
Karma Phala merupakan salah satu bagian dari ajaran Panca Sradha, yaitu lima dasar kepercayaan atau keyakinan yang dimiliki oleh umat Hindu. Adapun bagian-bagian dari Panca Sradha yaitu percaya atau yakin dengan adanya Tuhan, Atman, Karma Phala, Punarbhawa, dan Moksha.
Karma Phala terdiri dari dua kata, yaitu kata Karma yang artinya perbuatan dan kata Phala yang artinya hasil. Jadi, Karma Phala artinya hasil dari pada baik buruknya perbuatan seseorang. Dalam konteks ini, Karma merupakan penyebab dan Phala merupakan hasilnya. Seluruh Phala atau hasil dari perbuatan manusia merupakan buah dari karma yang telah dibuat. Apa yang kita alami di kehidupan saat ini merupakan buah atau akibat dari perbuatan kita di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya. Begitu pula sebaliknya, apa yang kita lakukan di masa sekarang juga akan mempengaruhi kehidupan kita di masa depan ataupun di masa kita terlahir kembali ke dunia ini. Apabila kita ingin memetik phala baik dalam hidup kita, maka tentu kita harus melakukan perbuatan yang baik juga.
Terlahir sebagai manusia merupakan suatu hal yang sangat mulia dan patut disyukuri. Di antara makhluk hidup lainnya hanya manusia yang paling sempurna, karena manusia memiliki tiga hal sebagai kategori makhluk hidup yang utama atau bisa disebut dengan Tri Premana, yaitu meliputi Bayu, Sabda , dan Idep.
Yang mana dengan Tri Premana ini artinya manusia memiliki kemampuan untuk bergerak, berbicara, dan berpikir. Manusia merupakan satu-satunya makhluk hidup yang dianugerahi dengan idep atau kemampuan untuk berpikir, sehingga manusia mampu memperbaiki karmanya dan membebaskan dirinya dari kesengsaraan keduniawian dan terbebas dari hukum reinkarnasi dan dapat mencapai kesempurnaan hidup yakni Moksha melalui perbuatan baik yang sesuai dengan Dharma. Dalam konteks ini, manusia dituntut untuk selalu memperbaiki dirinya sendiri dengan selalu berbuat baik agar mendapat phala yang baik juga. Dengan kata lain, manusia memiliki kendali atas pilihannya sendiri, apakah mereka ingin menuju ke arah yang lebih baik atau sebaliknya. Hal ini sesuai dengan bunyi sloka Sarasamuscaya I.4, yaitu:
"Apan iking dadi wwang, utama juga ya, nimitaning mangkana, wnang ya tumulung awaknya sangkeng sangsra, makasdhanang ubhakarma, hinganing kotamaning dadi wwang".
Artinya: "Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama; sebabnya demikian, karena ia dapat menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang-ulang) dengan jalan berbuat baik; demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia"
Selain itu, dalam Sarasamuscaya 3, disebutkan:
"Upabhogaih parityaktam ntmnamavasdayet, calatvepi mnusyam sarvvatha tata durlabham.