Lihat ke Halaman Asli

Taufik AAS P

jurnalis dan pernah menulis

Cerpen | Sarung Donggala

Diperbarui: 8 Januari 2018   00:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Arsip pribadi

Dalam pelayaran ke negeri Cina, mencari We Cudai, saudara angkatnya, We Tenriabang yang malirupa, Saweigadin sang pangeran tampan dari kerajaan Luwu, cucu dari Batara Guru dan Putra Batara Lattu, temukan selembar kain yang mengapung di lautan.

"Juru mudi, belokkan kapalmu. Periksaa apa itu yang terapung dan warnanya menyilaukan mata."

"Iyye puang."

Seketika itu juga pengawal-pengawal sang pangeran mengambil galah dan menjolok kain yang berwarna ungun itu. Kemudian dengan cepat dikiba-kibaskan, lau diserahkan kepada Sawerigading.

Sawerigading yang menerima kain itu lantas memeriksanya dengan teliti. Ternyata selembar sarung tenun yang cantik. Warnanya merah muda bermotif dau-daun putih.

"Sungguh halus kain ini pengawal. Apakah engkau pernah menemukan yang sama dengan ini."

"Tidak puang, hamba barusan melihat sarung seindah ini."

"Tapi siapa kira-kira pemiliknya, pengawal."

"Tidak tahu puang, karena ditemukan di tengah laut ini saja."

"Apakah sarung itu milik putri duyung pengawal."

"Bukan puang, putri duyung selalu telanjang kayaknnya."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline