Usai berkumpul di kantor camat, kami para mahasiswa KKN dilepas ke desa masing-masing. Aku bersama liman teman ditempatkan pada desa paling gunung. Pokoknya disekelilingi gunung dan suasannya sunyi, namun penduduknya cukup ramah dan bersahabat.
Aku, Bonte, serta temanku Dullah dan Kadir hanyak mondok saja di rumah Kades yang namanya Pak Jumadi, yang lainnya ditempatkan di rumah warga. Kades Jumadi ini tinggi besar, kulitnya hitam dengan kumis tebal pula. Suka merokok keretek, kopinya juga kental dan suka membawa golok kalau bepergian.
"Siapa yang koordinatornya."
"Kordes-nya Pak Desa."
Kadir perjelas pertanyaan Kades Jumadi, maksudnya Koordinator Desa. Pria kumis tebal itu mengangguk sambil mulutnya terbuka perlihatkan gigi-giginya yang kekuningan.
"Saya Pak Desa, Bonte."
Aku berdiri dan duduk lagi di kursi. Kami bertiga ditambah Kades Jumadi, memang lagi duduk-duduk usai makan malam bersama. Sementara anak dan istri Kades sudah duluan masuk bilik. Mungkin kebiasaan mereka, apalagi belum ada listrik, hanya penerangan pelita buatan setempat.
"Karena kalian baru masuk di desa ini, ada beberapa hal yang perlu diketahui. Di Desa Temmubulu ini masyarakatnya masih kolot dan sangat percaya hal-hal gaib, juga banyak tempat-tempat dikeramatkan. Paling penting kalian tahu, di sini itu banyak Parakang."
"Apa Pak Desa."
Kadir menyoal sambil mencubitku. Dasar penakut, dikiranya aku tidak perhatikan apa yang dikatakan Kades. Kalau Dullah matanya tidak berkedip manatap Kades Jumadi.
"Ya, Parakang."