Lelaki setengah baya, di mulutnya sebatang keretek berasap tebal, duduk santai di teras dilai-balai bambu. Ia sesekali melihat jauh ke depan saksikan mata hari yang mulai menurun, pancarkan rona merah menyala dari balik puncak Gunung Mambuliling.
"Bapaak,"
Ia tersentak mencari suara yang menyalami. Dicabutnya kretek berasap tebal dari mulut yang dihiasi kumis tebal keperak-perakan. Lalu menjawab pelan dan berat.
"Leo."
Ia pandangi lama-lama, sosok yang telah berdiri di gerbang pagar rumahnya. Seorang wanita muda dengan tas punggung yang besar melewati kepala. Ada juga sall yang melingkar di lehernya yang kelihatan sawo matang dibalik sela-sela rambut panjangnya.
Ia peluk anak gadis satu-satunya yang telah tumbuh menjadi gadis. Sangat mirip almarhuma istrinya. Lincah dan cantik.
"Leo kau telah 25 tahun nak."
Guman bathin pria itu saksikan putrinya, berjalan santai masuk rumah dan terus menghilang dibalik pintu.
"25 tahun yang lalu."
------000-----
Dudi tak menyangka, usianya telah 55 tahun, karena kesibukannya menulis dan memotret. Memang ia adalah pencinta fotografi dan gemar menulis feature-feature perjalanan. Kesadaran itu terkuat, ketika tanpa sengaja ia menemukan buku catatan miliknya yang telah kumal dari tumpukan majalah yang dimakan rayap. Ia pun membaca tulisan tangan miliknya itu yang telah mulai memudar tintahnya.