Lihat ke Halaman Asli

Larasati Auliya

Universitas Airlangga

Pemindahan Ibu Kota RI dari Jakarta ke Yogyakarta Tahun 1946-1949

Diperbarui: 4 September 2024   10:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Meskipun telah merdeka pada 17 Agustus 1945, Indonesia nyatanya harus tetap berjuang mempertahankan kemerdekaannya. Hal itu disebabkan oleh ancaman dan tantangan dari dalam maupun luar negeri yang terus datang menghantuinya. Ibukota Indonesia kala itu harus dipindah melihat ketidakkondusifan Jakarta sebagai ibukota lagi.

Pada tanggal 29 September 1945, pemerintah Inggris menegaskan bawa mereka tidak akan ikut andil dalam politik Indonesia dan hanya datang untuk menghendaki keamanan dan ketertiban saja. Oleh karena itu, Soekarno menyuruh rakyat untuk tidak menghalangi sekutu.

Belanda yang masih menganggap Indonesia sebagai negeri jajahannya, memiliki keinginan kembali untuk menguasai Indonesia. NICA (Netherlands Indies Civil Administration)/ Belanda datang dengan sukutu, menghdirkan teror-teror untuk Indonesia. Belanda memperluas kekuasaannya dan memasuki Jakarta. Hal ini memunculkan sebuah perundingan dan akhirnya Soekarno mengangkat Sultan Syahrir sebagai Perdana Menteri Kabinet Parlementer untuk memudahkan perundingan Indonesia dengan Belanda.

Namun belum ada titik tengah, justru teror dari Belanda semakin membabi buta. Mereka juga berencana untuk membunuh Soekarno yang akhirnya mendesak Soekarno untuk tinggal berpindah tempat. Di 3 Januari 1946, Soekarno mengumumkan bahwa Ibukota akan dipindah ke Yogyakarta untuk sementara, sedangkan Sultan Syarir tetap di Jakarta melaksanakan kewajibannya.

Adanya dukungan dari kesultanan Yogyakarta yakni Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Pakualam VIII untuk mendukung Soekarno, membuat Yogyakarta menjadi ibukota menggantikan Jakarta untuk sementara. Lalu dibentuklah laskar-laskar rakyat untuk membantu TKR untuk melawan musuh. Suasana Yogyakarta sedang kondusif kala itu.

Diplomasi terus dilakukan, hingga akhirnya Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia setelah dibuatnya banyak perjanjian salah satunya adalah perjanjian Renville. Merasa tidak puas dengan perjanjian Renville, Belanda akhirnya melancarkan Agresi Militer II pada 19 Desember 1948 di Yogyakarta. Yang membuat para pemimpin ditangkap kemudian diasingkan ke tempat yang berbeda-beda.

Melihat kondisi tersebut, dibuatlah PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara. Permasalahan antara Indonesia-Belanda akhirnya dapat selesai setelah diadakannya Konferensi Meja Bundar. Dan pada 28 Desember 1949 ibukota dipindahkan kembali dari Yogyakarta ke Jakarta dan pada saat itu bentuk negara Indonesia adalah serikat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline