Lihat ke Halaman Asli

17529 BENEDICK PASKAL STIAWAN

Pelajar di SMA Kolese De Britto

Mentalitas Masyarakat dalam Menghadapi Permasalahan Sampah

Diperbarui: 14 September 2024   16:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tidak dapat dipungkiri bahwa permasalahan sampah merupakan permasalahan penting yang tidak ada habisnya. Kualitas SDM dalam menanggapi masalah ini juga berpengaruh terhadap bertambahnya jumlah masalah terkait sampah yang ada di Indonesia. Tanpa adanya kontribusi dari masyarakat, maka permasalahan sampah di Indonesia tidak akan ada habisnya. Dukungan dan dorongan pemerintah setempat dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat terhadap permasalahan lingkungan yang ada.

Dalam praktiknya, banyak masyarakat yang masih saja membuang limbah mereka di tempat yang tidak seharusnya seperti di sungai dan di pinggir jalan yang tidak hanya membuat lingkungan mereka terlihat kotor, namun juga banyak mengundang penyakit di sekitar daerah tersebut. Selain itu kesadaran masyarakat dalam pengolahan sampah juga kurang menyebabkan pembuangan sampah secara mentah-mentah yang apabila diolah, volume sampah tersebut bisa berkurang dan hasil pengolahan tersebut bisa bermanfaat kedepannya. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya video beredar yang menunjukkan secara jelas mengenai masyarakat yang membuang sampah mereka di sungai. Tidak hanya itu banyak juga video yang menunjukkan betapa prihatin nya kondisi beberapa sungai di Indonesia mengenai sampah, seperti contohnya Sungai Citarum sebagai salah satu sungai paling tercemar di Indonesia.

Pandawara group merupakan salah satu contoh baik penggunaan media sosial yang tepat. Dalam group tersebut diisi oleh orang-orang yang banyak mengabdikan diri mereka sepenuhnya untuk membersihkan sampah-sampah terkhusus di daerah yang banyak tercemar. Grup ini menunjukkan betapa pentingnya permasalahan sampah di Indonesia. Meskipun begitu respon masyarakat terhadap group ini kurang memuaskan. Mereka sebagai warga lokal bukannya sadar akan apa yang mereka perbuat setelah sungai mereka dibersihkan, namun justru mereka tetap membuang sampah mereka di sungai dan menganggap seakan membersihkan sungai merupakan tugas Pandawara. Banyak ditunjukkan juga dari beberapa postingan mengenai warga lokal yang protes karena sampah yang mereka tumpuk sudah penuh dan harus segera dibersihkan oleh pihak Pandawara. Mentalitas yang dimiliki mayoritas masyarakat dimana ketika mereka diberi kebaikan mereka merasa seakan kebaikan tersebut memang sudah sepatutnya mereka dapatkan, menjadikan permasalahan sampah tidak akan ada habisnya.

Dalam sektor pendidikan, banyak sekolah yang mulai mengedukasi murid nya dengan hal-hal sederhana seperti pemilahan sampah, pemanfaatan botol plastik untuk kerajinan, dan seterusnya. Namun dalam praktik tersebut layaknya pemanfaatan botol plastik, bentuk edukasi tersebut sebenarnya juga kurang tepat di Indonesia. Jika murid disuruh membawa botol plastik dari rumah, mereka kebanyakan akan lebih memilih untuk membeli air dengan botol yang baru ketimbang mencari yang sudah ada. Hal tersebut dikarenakan volume botol sisa yang dimiliki setiap orang berbeda-beda. Mentalitas mereka sebagai masyarakat bukannya mencari botol sisa dari pengepul justru memilih botol plastik yang lebih baru. Program yang seharusnya dapat mendaur-ulang plastik dan menumbuhkan sifat peduli lingkungan, justru menambah plastik dan sifat para murid juga seakan tidak peduli dan lebih memilih plastik yang lebih bersih.

Dalam sektor pemerintahan, pengolahan sampah juga tidak banyak dilakukan. Sebagai contoh TPA Piyungan di Jogja, sampah yang diangkut dari 3 Kabupaten/kota tidak diolah terlebih dahulu dan justru ditumpuk begitu saja sehingga menyebabkan jumlah sampah yang melebihi kapasitas. Hal ini menyebabkan tertutupnya jalan di sekitar TPA Piyungan karena sampah, serta udara tidak sedap bagi masyarakat yang tinggal di sekitar daerah tersebut. Pemegang TPA yang sering berganti-ganti serta solusi yang hanya efektif dalam waktu yang singkat yakni penambahan lahan menyebabkan ditutupnya TPA Piyungan. Hal ini juga banyak terjadi di beberapa TPA yang ada di Indonesia. Penanggung jawab TPA yang diisi orang-orang yang kurang peduli terhadap permasalahan ini menyebabkan sampah yang dibuang di TPA tidak terlebih dahulu dikirim ke TPST untuk diolah.

Sampah memang merupakan masalah yang tidak ada habisnya di Indonesia. Hal ini kebanyakan didasari atas kurangnya edukasi yang dimiliki masyarakat. Selain itu solusi yang dimiliki oleh pemerintah juga kurang solutif. Bisa kita intip dari negara Singapura yang memiliki sistem inkarnasi sampah yang mereka miliki dimana sistem tersebut benar-benar efektif dalam mengurangi sampah masyarakat satu negara. 

Selain itu limbah dari sistem inkarnasi tersebut juga dibuang di sebuah sungai khusus yang didalamnya akan diolah lebih lanjut dengan menggunakan beberapa bahan kimia. Sebagai negara besar, Indonesia juga harus bisa membenahi permasalahan ini mengingat Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke dan memiliki penduduk sekitar 275 Juta Jiwa lebih. Solusi yang dapat dibenahi mulai dari skala terkecil yakni pendidikan. 

Dari sektor pendidikan, dapat dibentuk suatu kelas Ekologi yang dimana diajarkan mengenai berbagai sistem cara mengolah sampah serta pembentukan karakter peduli lingkungan. Selain itu perubahan program daur ulang sampah menjadi pengurangan sampah terutama sampah plastik sebagai sampah yang tidak dapat/sulit terurai. Dengan adanya program pelarangan adanya sampah plastik serta totebag gratis di sekolah dapat mengurangi secara drastis adanya sampah plastik di sekolah serta menanamkan rasa peduli lingkungan pada siswa.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline