Lihat ke Halaman Asli

Edi Abdullah

TERVERIFIKASI

Bekerja Sebagai Widyaiswara Pada Lembaga Administrasi Negara RI

Tindak Pidana Korupsi Terkait Kerugian Keuangan Negara

Diperbarui: 27 Januari 2021   14:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Polemikpun muncul saat ini terkait dengan ancaman hukuman mati terhadap pelaku Korupsi Dana Bansos yang menimbulkan Kerugian keuangan Negara , kalau kita melihat Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia  Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Keluarnya Perma ini akan menjadi standar hakim dalam menjatuhkan Vonis pemidanaan kepada para terdakwa kasus korupsi yang terkait dengan pasal 2 dan pasal 3 UU Tipikor.

Namun sayang  Perma Nomor 1ahun 2020 ini tentunya hanya mengatur mengenai delik korupsi Terkait kerugian keuangan negara sebagaimana yang terdapat dalam pasal 2 dan 3, Dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Pasal 2 ayat 1 Menjelaskan Bahwa  "setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, dipidana dengan Pidana Penjara seumur hidup atau pidana denda paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta dan paling banyak 1 milyar.

Kemudian pada ayat 2 menjelaskan "dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dalam keadaan tertentu maka pidana mati dapat dijatuhkan".

Pasal 3 "setiap orang yang denga tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalagunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau keududukannya yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000 (lima pulu juta rupiah) dan paling banyak 1 milyar Rupia".

Frasa "keadaan tertentu" kemudian dijelaskan pada penjelasan pasal 2 ayat 2 bahwa yang dimaksud dengan keadaan tertentu dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi, apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.

Jika merujuk pada pasal 2 ayat 2 tersebut jelas sekali bahwa hukuman pemberatan berupa hukuman mati dapat dijatuhkan kepada para pelaku korupsi jika korupsi tersebut dilakukan pada keadaan tertentu yang terbagi menjadi 4 keadaan yakni pertama Korupsi pada waktu negara dalam keadaan bahaya atau perang berdasarkan UU, kedua korupsi dilakukan pada waktu terjadi bencana alam nasional, ketiga korupsi tersebut merupakan bentuk pengulangan tindak pidana korupsi (residivis), keempat korupsi dilakukan pda waktu negara dalam keadaan krisis moneter dan ekonomi.

Terkait dengan bencana maka pelaku korupsi dapat dikenakan hukuman pemberatan berupa hukuman mati jika perbuatan korupsi dilakukannya pada waktu terjadi bencana alam nasional, dan harus dicatat bahwa Hukuman Mati tersebut hanya bisa dikenakan jika pelaku melakukan tindak pidana Korupsi dalam bentuk perbuatan sebagaimana yang terdapat pada pasal 2 ayar 1 UU Tipikor yang sudah dijelaskan diatas yakni bentuk perbuatan melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan Negara. Dan hal ini sejalan dengan Perma Nomor 1 tahun 2020.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline