Lihat ke Halaman Asli

Self Branding dan Promosi VS Narsis, Pamer dan Riya, Apa Bedanya?

Diperbarui: 14 Februari 2016   19:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption caption="Writerpreneur Club"][/caption]

Artikel ini masih tentang self branding. Mnyambung dua artikel sebelumnya, silahkan cari di arsip ya he he he he...

Kali ini, saya ingin mengulas tentang masih kurangnya pemahaman banyak orang tentang self branding, apakah dari yang melakukannya atau dari banyak orang di sekitarnya. Saya pribadi banyak mengalami kendala dari lingkungan sekitar saya, apakah teman, bahkan sahabat dan saudara. Meski saya memaklumi itu semua karena mereka tidak mengerti, kita tidak bisa memaksa setiap orang untuk mengerti kita, kan? yang terpenting justru bagaimana kita menyikapinya. Karena hal ini termasuk hal baru dalam masyarakat kita. Biasanya kan yang narsis itu hanya selebritis, jadi kalau kita narsis, kita dituduh sok seleb. Bahkan kita dituduh pamer dan riya. Aduuuh, kadang emosi nggak siih? tetapi itulah kita tidak bisa baper. Justru kita harus pandai mengambil sikap yang elegan.

Sebagian besar masyarakat kita memang belum memahami apa itu self branding dan mengapa seseorang melakukannya. Padahal mereka menonton TV atau mendengar radio setiap hari. Membaca koran dan majalah. Mungkin mereka maklum karena yang melakukan iklan atau yang membangun image prodak itu adalah brand terkenal, artis terkenal, public figure, politisi dan sebagainya. Lalu siapa pula kita, sampai perlu branding segala? Nah, karena keawaman mereka akan hal itulah maka timbul presepsi negatif pada kita.

Padahal setiap orang yang bergerak di profesi tertentu, bergerak di bidang jasa atau bergerak sebagai wirausaha mandiri tentu membutuhkan self branding. Karena dari situ kita membangun image diri dan mempromosikan jasa atau prodak kita. Mereka tidak mengerti jika itu bagian dari profesi yang kita jalankan dan dari situlah kita mencari rezeki.

Bagaimana kita menyikapinya?

Kita tidak perlu menjelaskan pada setiap orang, tidak perlu berteriak marah meminta mereka mengerti dan tidak perlu emosi sedikit pun juga. Santai saja dan tetap lakukan apa yang kita yakini memang benar dan bermanfaat. Yang terpenting kita sendiri yang harus memahami dan membedakannya. Sehingga yang kita lakukan memang sebatas self branding dan promosi.

Seperti yang sudah saya bahas di artikel sebelumnya, jika self branding itu penting dan perlu dibangun sejak dini. Ya, kalau sudah terkenal kan tinggal menjaga image, tetapi justru image itu harus dibangun sejak dini. Jadi kita paham betul jika apa yang kita lakukan itu adalah self branding dan promosi. Memasarkan jasa dan prodak kita.

Bagaimana jika kemudian ada tuduhan pamer, narsis dan riya?

Narsis itu sebetulnya bagian dari self branding. Pamer dan riya adalah memamerkan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan image yang mau kita bangun, riya adalah sikap menyombongkan diri, merasa lebih hebat dari orang lain. Nah, agar kita terbebas dari tuduhan itu, pastikan tulisan kita, postingan kita ditulis dengan bahasa yang baik, yang tidak terkesan meninggikan diri sendiri atau tidak menjatuhkan orang lain. Jadi yang kita jaga lebih pada penggunaan kalimat. Gunakan kalimat yang sejuk, yang memotivasi atau yang mengingatkan. Sehingga meskipun kita sedang promosi atau self branding, orang tetap mendapat manfaat dari postingan kita. Misalnya termotivasi atau terinspirasi, bukankah justu itu bernilai ibadah.

Bagaimana jika sudah kita lakukan sebaik mungkin dan dengan sikap berhati-hati seperti itu masih saja dituduh pamer, riya dan narsis semata?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline