Teknologi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, termasuk dalam dunia pendidikan. Di masa seperti ini sering kita temui adanya penggunaan teknologi dalam pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh seorang pendidik untuk mengajar atau pelajar untuk belajar. Penggunaan teknologi dalam pembelajaran, termasuk pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), membuka berbagai peluang untuk meningkatkan metode pengajaran. Namun, khususnya dalam pengajaran shalat yang merupakan tugas utama bagi pendidik dalam pengajaran PAI, kini menghadapi sejumlah tantangan unik yang perlu diatasi agar siswa tetap dapat memahami dan melaksanakan shalat dengan baik serta dapat mengimplementasikannya di lingkungan rumah. Teknologi digital yang merambah ke setiap aspek kehidupan siswa bisa menjadi bumerang jika tidak dimanfaatkan dengan bijak seperti menurunnya kedisiplinan dalam beribadah karena gangguan dari gadget dan media sosial, tetapi juga bisa menjadi solusi efektif bila diterapkan dengan tepat.
Berangkat dari masalah yang terjadi terkait adanya tantangan pengajaran shalat di era digital, maka terdapat solusi inovatif yang dapat dimanfaatkan. Berikut diantaranya beberapa tantangan dan solusi dalam konteks ini:
TANTANGAN
- Gangguan dari gadget dan sosial media : Gangguan dari gadget dan media sosial terhadap motivasi beribadah siswa adalah isu yang semakin relevan dalam era digital saat ini. Salah satu dampak paling nyata adalah distraksi atau pengalihan perhatian. Gadget dan media sosial menyediakan akses tak terbatas ke berbagai konten, mulai dari hiburan hingga informasi yang tidak selalu bermanfaat. Hal ini membuat siswa cenderung terdistraksi, menghabiskan waktu berjam-jam di media sosial, sehingga waktu untuk beribadah sering kali terabaikan atau dianggap kurang penting. Selain itu, keterikatan emosional yang tinggi pada media sosial dapat mempengaruhi prioritas mereka. Banyak siswa terjebak dalam dunia virtual di mana pengakuan dan validasi melalui like, komentar, dan followers menjadi fokus utama. Hal ini dapat membuat motivasi intrinsik untuk beribadah, yang membutuhkan ketenangan batin dan kesadaran spiritual, tergantikan oleh keinginan untuk mendapatkan popularitas di media sosial.
- Menurunnya kedisiplinan dalam beribadah : Kecanduan teknologi memperburuk masalah kedisiplinan ini. Kecenderungan siswa untuk terus-menerus memeriksa notifikasi, unggahan terbaru, atau tren media sosial membuat mereka sulit membagi waktu secara efisien. Akibatnya, waktu untuk beribadah, yang seharusnya diatur dengan baik, tergeser oleh kebiasaan bermain gadget. Kegiatan ibadah yang membutuhkan fokus, ketenangan, dan konsistensi sering kali terganggu oleh dorongan untuk selalu terkoneksi dengan dunia digital. Ada kekhawatiran bahwa kemudahan ini justru menyebabkan menurunnya kedisiplinan dalam beribadah. Akses cepat ke hiburan digital, media sosial, dan aplikasi yang tak terhitung jumlahnya sering kali mengalihkan perhatian kita dari waktu ibadah. Teknologi yang seharusnya mempermudah akses ke konten keagamaan, malah terkadang digunakan untuk hal-hal yang justru mengurangi fokus dan komitmen pada rutinitas ibadah. Misalnya, beberapa orang mungkin tergoda untuk menunda atau bahkan melewatkan waktu shalat karena sibuk dengan ponsel atau terjebak dalam dunia virtual.
- Kesulitan dalam mengajarkan nilai spiritual : Nilai-nilai spiritual membutuhkan ketenangan, perenungan, dan proses pemahaman yang mendalam. Namun, dengan adanya internet dan media sosial yang terus menerus memunculkan konten baru, siswa jarang mendapatkan kesempatan untuk berhenti sejenak dan merenungkan hal-hal yang lebih mendalam. Kebiasaan multitasking dan konsumsi konten yang cepat mengurangi kapasitas mereka untuk menyerap ajaran spiritual yang membutuhkan ketenangan batin dan perhatian penuh. Maka, dalam mengajarkan nilai-nilai spiritual di era digital, guru perlu menciptakan strategi yang relevan dengan kehidupan siswa saat ini. Banyak orang tua dan pendidik merasa kesulitan mengajarkan nilai-nilai spiritual karena anak-anak cenderung lebih asyik dengan dunia digital dibandingkan dengan pembelajaran spiritual. Konten hiburan yang berlebihan dan kemudahan akses ke berbagai aplikasi sering kali membuat perhatian anak teralihkan, sehingga waktu yang seharusnya digunakan untuk merenung, berdoa, atau melakukan kegiatan keagamaan berkurang. Gadget juga dapat memperkenalkan anak pada berbagai pandangan dan gaya hidup yang tidak selaras dengan nilai-nilai spiritual, membuat proses penanaman moral semakin menantang. Alih-alih terlibat dalam aktivitas yang memperkuat rasa syukur, empati, atau kedamaian batin, anak-anak sering kali lebih tertarik pada konten yang bersifat konsumtif atau sensasional.
SOLUSI
Solusi pengajaran shalat di era digital, diantaranya:
- Memanfaatkan teknologi untuk pembelajaran interaktif : Pembelajaran shalat yang interaktif merupakan pendekatan yang efektif untuk meningkatkan pemahaman dan keterlibatan siswa dalam menjalankan ibadah shalat. Teknologi memungkinkan visualisasi yang jelas dan detail mengenai tata cara shalat, mulai dari gerakan hingga bacaan. Melalui video tutorial interaktif atau aplikasi edukasi, siswa dapat melihat langsung cara melakukan shalat dengan benar, sehingga mereka lebih mudah memahami langkah-langkahnya dibandingkan hanya membaca panduan teks. Elemen gamifikasi dalam pembelajaran shalat ini bisa membuat siswa lebih antusias dan bersemangat dalam memperdalam pemahaman tentang shalat. Dengan cara ini, pembelajaran shalat tidak hanya menjadi kewajiban, tetapi juga kegiatan yang menyenangkan dan bermakna.
- Penerapan sistem pengingat atau monitoring : Integrasi program pengingat shalat ke dalam agenda harian sekolah sangat penting. Sekolah bisa memasukkan waktu shalat dalam jadwal kegiatan resmi sekolah, di mana siswa diwajibkan untuk melaksanakan shalat berjamaah di sekolah. Hal ini memastikan bahwa ibadah shalat menjadi bagian dari rutinitas yang tidak terabaikan selama jam sekolah. Monitoring dilakukan oleh guru atau petugas pembina rohani, yang memastikan seluruh siswa melaksanakan shalat tepat waktu dan dengan tata cara yang benar. kerja sama antara sekolah dan orang tua sangat dibutuhkan. Orang tua dapat diberi akses ke sistem monitoring melalui aplikasi yang sama atau melalui laporan mingguan dari sekolah mengenai kedisiplinan siswa dalam shalat. Dengan demikian, orang tua bisa mendukung pembiasaan yang dilakukan di sekolah dengan pengawasan yang sama di rumah.
- Mengintegrasikan nilai nilai shalat dalam kehidupan sehari hari : Cara untuk mengintegrasikan nilai-nilai shalat ke dalam kehidupan sehari-hari siswa adalah dengan menanamkan pentingnya disiplin waktu. Shalat mengajarkan bahwa setiap waktu memiliki aturan dan ketentuan yang harus ditaati. Nilai ini dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan mendorong siswa untuk disiplin dalam menjalankan tugas-tugas sekolah, mengatur waktu belajar, dan menghormati waktu orang lain. Selain itu, konsistensi dan tanggung jawab yang diajarkan oleh shalat dapat diterapkan dalam kegiatan sehari-hari. Dalam shalat, siswa diajarkan untuk melakukannya secara rutin dan teratur tanpa menunda-nunda. Nilai ini dapat mengarahkan siswa untuk selalu bertanggung jawab atas tugas dan kewajibannya, baik dalam pendidikan, keluarga, maupun lingkungan sosial.
Penggunaan teknologi yang tepat, seperti aplikasi pengingat shalat dan platform pembelajaran interaktif, dapat mendukung pembiasaan ibadah dan meningkatkan pemahaman siswa mengenai tata cara shalat. Integrasi teknologi dengan bimbingan spiritual yang intensif dari guru dan orang tua menjadi kunci untuk memastikan siswa tetap disiplin dan terarah dalam menjalankan shalat di tengah godaan digital.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H