Lihat ke Halaman Asli

Konsep Produksi dalam Hadis Nabi

Diperbarui: 17 Maret 2019   00:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb


    Rasulullah sangat menghargai umatnya
yang selalu bekerja dan
berproduksi dalam
rangka memenuhi
kebutuhan material
spiritualnya . Ia
mendorong umat Islam
agar rajin bekerja,
berangkat pagi-pagi
sekali untuk mencari
karunia Allah agar dapat
memberi dan berbagi
nikmat kepada orang lain,
tidak meminta-minta
kepada orang lain, dan
agar dapat memenuhi
kebutuhan orang-orang
yang menjadi tanggung
jawab mereka. Dalam
hadis riwayat Abu
Hurayrah, Nabi bersabda:
"Dari Abu Hurayrah r.a.,
katanya aku mendengar
Rasulullah SAW
bersabda, "Hendaklah
sesorang diantara kalian
berangkat pagi-pagi
sekali mencari kayu
bakar, lalu bersedekah
dengannya dan menjaga
diri (tudak minta-minta)
dari manusia lebih baik
daripada meminta
kepada sesorang baik
diberi ataupun tidak.
Tangan di atas lebih baik
daripada tangan di
bawah. Mulailah
(memberi) kepada orang
yang menjadi tanggung
jawabmu." (HR.Muslim)
    Hadis di atas
menjelaskan tentang
beberapa hal yang terkait
dengan aktivitas
ekonomi, yaitu: (1)
dorongan untuk rajin
bekerja dengan
berangkat pagi-pagi
sekali, (2) dorongan untuk
bekerja dan beproduksi,
(3) dorongan untuk
melakukan distribusi, (4)
dorongan untuk hidup
kesatria dengan tidak
meminta-minta, dan (5)
dorongan untuk
bertanggung jawab
dalam ekonomi keluarga.
    Aktivitas produksi
mencakup semua
pekerjaan yang dilakukan
manusia untuk
memenuhi kebutuhan
hidupnya, mulai dari
bertani, berindustri,
usaha jasa, dan lain
sebagainya. Dalam
perspektif Islam ini,
semua usaha itu masuk
dalam kategori ibadah.
Bakan hal itu menempati
kedudukan sembilan
puluh persen dari ibadah.
Sebab, bekerja yang
produktif akan membantu
manusia dalam
menunaikan ibadah-
ibadah wajib, seperti:
shalat, zakat, puasa, haji,
dan lain sebagainya,
semua ibadah itu
menempati  sepuluh
persen dari ibadah .
Bahkan, Rasulullah SAW
mendorong umat
manusia untuk bekerja
dan berproduksi serta
melarang pengangguran
walaupun manusia
memiliki modal financial
yang mencukupi,
sebagaimana sabda
Rasul: "Yang paling pedih
siksa manusia di hari
kiamat adalah orang yang
cukup yang menganggur"
(HR. Al-Daylami). Hadis
ini menjadi landasan
Ja'far yang mengatakan
kepada Mu'adz ketika ia
tidak bekerja karena
kecukupan finansial dan
kaya, dengan
mengatakan: "Hai
Mu'adz, apakah anda
tidak bisa berdagang
atau anda zuhud dalam
hal itu?". Mu'adz
menjawab: Saya
bukannya tidak bisa
berdagang dan tidak pula
zuhud. Saya lakukan itu
karena saya memiliki
banyak harta dan harta
itu cukup sampai saya
meninggal". Kemudian
Ja'far berkata: Jangan
kau tinggalkan pekerjaan
itu,karena hal itu akan
menghilangkan nilai
rasionalitas anda" .
    Rasulullah mendorong
umat Islam agar
senantiasa berproduksi
supaya mendapatkan dan
menghasilkan sesuatu.
Jika sesorang
mempunyai lahan
produksi, tetapi ia tidak
mampu untuk
melakukannya, maka
hendaklah diserahkan
kepada orang lain agar
memproduksinya.
Jangan sampai lahan
produksi itu dibiarkan
sehingga menganggur.
Rasulullah bersabda:
"Dari Jabir r.a., katanya,
Rasulullah SAW
bersabda, "Barang siapa
mempunyai sebidang
tanah, maka hendaklah ia
menanaminya. Jika ia
tidak bisa atau tidak
mampu menanami, maka
hendaklah diserahkan
kepada orang lain (untuk
ditanami) dan janganlah
menyewakannya". (HR.
Muslim)
    Hadis di atas
menjelaskan tentang
pemanfaatan faktor
produksi berupa tanah
yang merupakan faktor
penting dalam produksi.
Tanah yang dibiarkan
begitu saja tanpa diolah
dan dimanfaatkan tidak
disukai oleh Nabi
Muhammad karena tidak
bermanfaat bagi yang
punya dan orang-orang di
sekelilingnya. Sebaiknya
tanah itu digarap untuk
dapat ditanami tumbuhan
yang dapat dipetik
hasilnya ketika panen dan
untuk pemenuhan
kebutuhan dasar berupa
pangan. Penggarapan
bisa dilakukan oleh si
empunya tanah atau
diserahkan kepada orang
lain. Dalam Hadis di atas,
Nabi menganjurkan agar
umat Islam menggarap
tanah yang dimilikinya
agar terproduksi biji-bijian
dan buah-buahan
sehingga dapat
memenuhi kebutuhan
dan hajat hidup orang
banyak. Nabi melarang
membiarkan aset
produksi yang berupa
tanah menganggur tanpa
sentuhan penggarapan
karena di samping
mubazir juga dapat
mengurangi tingkat
produksi pertanian.
Menurut Muhammad ibn
Hasan al-Syaybani
(132-189 H/750-804),
pekerjaan manusia dapat
dibagi menjadi empat
jenis, yakni: ijarah (sewa-
menyewa), tijarah
(perdagangan), zira'ah
(pertanian), dan shina'ah
(industri). Menurutnya,
lapangan pekerjaan yang
terbaik adalah pertanian .
    Dalam menjalankan
aktivitas produksi harus
diperhatikan aspek
kehalalan. Dalam
ekonomi Islam, tidak
semua aktivitas yang
menghasilkan barang
atau jasa disebut sebagai
aktivitas produksi, karena
aktivitas produksisangat
terkait erat dengan halal
haramnya suatu barang
atau jasa dan cara
memperolehnya. Dengan
kata lain, aktivitas yang
menghasilkan barang
dan jasa yang halal saja
yang dapat disebut
sebagai aktivitas
produksi . Oleh karena itu,
menurut M.Mmetwally,
dalam sebuah
perusahaan misalnya,
asumsi-asumsi produksi
harus dilakukan untuk
barang halal dengan
proses produksi dan
pasca produksi yang
tidak menimbulkan
kemudaratan. Semua
orang diberikan
kebebasan untuk
melakukan usaha
produksi asalkan halal
dan tidak menimbulkan
kemudaratan itu .
    Rasulullah
menghendaki
keseimbangan antara
produksi dan konsumsi,
tidak terjadi israf
(berlebih-lebihan) baik
dalam hal produksi
maupun konsumsi.
Seorang produsen atau
konsumen tidak boleh
melakukan israf, tetapi
hendaknya dalam
memproduksi atau
mengonsumsi itu harus
dilakukan secara
seimbang sehingga akan
terwujud stabilitas
ekonomi dalam
pemenuhan kebutuhan
hidup.
    Dalam ekonomi Islam,
produksi juga merupakan
bagian terpenting dari
aktivitas ekonomi bahkan
dapat dilakukan
sebagaisalah satu dari
rukun ekonomi di
samping konsumsi,
distribusi, infak, zakat,
nafkah dan sedekah. Hal
ini dikarenakan produksi
adalah kegiatan manusia
untuk menghasilkan
barang dan jasa yang
kemudian manfaatnya
dirasakan oleh
konsumen. Produksi
dalam perspektif Islam
tidak hanya beriorientasi
untuk memperoleh
keuntungan yang
sebanyak-banyaknya,
meskipun mencari
keuntungan tidak
dilarang. Dalam ekonomi
Islam, tujuan utama
produksi adalah untuk
kemaslahatan individu
dan masyarakat secara
berimbang. Islam
sesungguhnya menerima
motif berproduksi
sebagaimana motif
dalam sistem ekonomi
konvensional, hanya saja
lebih jauh Islam juga
menambahkan nilai-nilai
moral di samping utilitas
ekonomi. Bagi Islam
memproduksi sesuatu
bukanlah sekedar untuk
dikonsumsi sendiri atau
dijual di pasar, tetapi lebih
jauh menekankan bahwa
setiap kegiatan produksi
harus mewujudkan fungsi
sosial .  Dalam Al-Qur'an
surah 57/al-Hadid ayat 7,
Allah berfirman:

  " Berimanlah kamu
kepada Allah dan Rasul-
Nya dan nafkahkanlah
sebagian dari hartamu
yang Allah telah
menjadikan kamu
menguasainya. Maka
orang-orang yang
beriman di antara kamu
dan menafkahkan
(sebagian) dari hartanya
memperoleh pahala yang
besar".
    Dengan kata lain, di
samping produksi
dimaksudkan untuk
mendapatkan utilitas,
juga dalam rangka
memperbaiki kondisi fisik
material dan spiritual-
moralitas manusia
sebagai sarana untuk
mencapai tujuan hidup
sebagaimana digariskan
dalam agama Islam, yaitu
kebahagiaan dunia dan
akhirat. Dalam ekonomi
Islam terdapat keyakinan
adanya Allah SWT
sehingga peran dan
kepemilikan dalam
ekonomi dipegang oleh
Allah. konsep produksi di
dalam ekonomi Islam
tidak semata-mata
bermotif memaksimalkan
keuntungan dunia tetapi
lebih penting
untukmencapai secara
maksimal keuntungan
akhirat. Untuk menjamin
terwujudnya
kemaslahatan individu
dan masyarakat,sistem
ekonomi Islam
menyediakan beberapa
landasan teoretis seperti
keadilan ekonomi (al-
'adalah al-iqtishadiyyah),
jaminan sosial (al-takaful
al-ijtima'i), dan
pemanfaatan sumber-
sumber daya ekonomi
produktif secara efisien.
    Kegiatan produksi yang
pada dasarnya halal,
harus dilakukan dengan
cara-cara yang tidak
mengakibatkan kerugian
dan madharat dalam
kehidupan masyarakat.
Produksi barang-barang
yang halal adalah
dibenarkan, tetapi apabila
produksi itu dilakukan
dengan mengandumg
unsur tipuan atau
pemerasan, maka hal ini
tidak memenuhi landasan
ekonomi Islam . Dilihat
dari segi manfaat aktivita
produksi dalam ekonomi
Islam terdapat beberapa
persyaratan yang harus
dipenuhi. Pertama,
dibenarkan dalam syariah
Islam, yaitu sejalan
dengan ketentuan-
ketentuan yang
ditetapkan dalam Al-
Qur'an dan Hadis Nabi,
ijma' dan qiyas. Kedua,
tidak mengandung unsur
mudarat bagi orang lain.
Ketiga, keluasaan
cakupan manfaat dalam
ekonomi Islam yang
mencakup manfaat di
dunia dan akhirat .




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline