Spanduk-spanduk kampanye. Spanduk bertebaran di kawasan ibu kota. Isinya berupa ajakan untuk memilih calon gubernur dan wakilnya. Di situ ada gambar/foto keduanya. Meski hanya ada 2 kandidat, spanduknya banyak dan bermacam-macam.
Memang demikianlah caranya supaya bisa terkenal. Media publik seperti spanduk bisa dilihat oleh banyak orang. Siapa yang memajang fotonya di spanduk seperti spanduk kampanye ini, siap menjadi orang terkenal. Demikianlah yang dibuat oleh tim sukses pemilihan kepala daerah ibu kota.
KAndidatnya ingin menjadi orang yang terkenal. Minimal dikenal oleh lapisan masyarakat. Kalau sudah kenal boleh jadi memilih dia menjadi kepala daerah. Inilah harapan dari calon kandidat.
Hari ini spanduk-spanduk itu dibersihkan, diturunkan dari pajangan. Luar biasa banyaknya. Padahal bukan masa kampanye. Beginilah manusia ingin mencari lebih. Lebih banyak waktu dari masa kampanye yang diberikan. Tujuannya tidak lain yakni agar lebih dikenal. Kalau dikenal karena prestasinya baiknya pasti akan dipilih. KAlau terkenal karena kurang prestasinya pasti akan diabaikan.
Tetapi siapa yang tahu prestasi sebenarnya kalau masyarakat hanya melihat spanduknya saja. DI spanduk tampak yang baik-baik, ganteng, menjanjikan, juga janji-janji kampanye. tetapi ini tidak mewakili keselruhan kepribadian sang kandidat. itu hanya yang terlihat. Yang tidak terlihatnya tidak ada yang tahu.
Manusia kadang terpesona dengan apa yang dilihat, yang tampak. Padahal yang tidak terlihat, boleh jadi, jauh lebih baik dari yang dilihat. Sayangnya manusia hanya ingin melihat yang tampak saja. Memang yang tidak kelihatan hanya bisa dilihat oleh mata hati, bukan mata indra.
Spanduk-spanduk itu memang bisa diturunkan. Biarkan masyarakat mencari yang tidak kelihatan dari sang kandidat. Biarkan pemandangan publik tidak diramaikan oleh spanduk-spanduk itu.
PA, 29/8/2012
Gordi Afri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H