Komang Diah Monika Pradnyawati
Dr. I Nyoman Kusuma Adnyana Mahaputra,S.E,M.M
Perkembangan Awal Akuntansi di Indonesia
Sejarah perkembangan akuntansi di Indonesia dimulai sejak zaman kolonial Belanda pada tahun 1602-1799 dengan pencatatan sederhana. Kemudian pada zaman penjajahan Belanda tahun 1800-1942 mulai digunakan pencatatan debit dan kredit. Sistem akuntansi Belanda sangat dominan dan berpengaruh hingga tahun 1960-an, meski sempat ada dualisme dengan sistem akuntansi Amerika pada tahun 1950-an. Baru pada pertengahan 1970-an, Indonesia beralih ke pola akuntansi Amerika. Sistem pencatatan yang diperkenalkan VOC, yaitu pembukuan tunggal (single entry bookkeeping), digunakan untuk mencatat aktivitas perdagangan dan pengelolaan aset secara sederhana. Seiring waktu, metode ini berkembang menjadi sistem pembukuan ganda (double entry bookkeeping), yang memungkinkan pencatatan transaksi yang lebih kompleks dan sistematis (Gramedia, 2024). Awal dari perkembangan double entry book keeping ini muncul karena ada perubahan kebijakan mengenai tata laksana administrasi dan keuangan. Untuk memperlancar kebijakan ini, pemerintah belanda kemudian menunjuk Gubernur Jendral Pieter sebagai penanggungjawab. Pieter kemudian mendirikan kantor akuntan di Banten. Bersamaan dengan itu, sistem pembukuan double entry book keeping mulai digunakan untuk kepentingan pelaporan keuangan perusahaan (Salamah, Rizqi et al, 2024).
Periode Kolonial dan Setelah Kemerdekaan
Pada abad ke-19, ekonomi Hindia Belanda mengalami modernisasi dengan dihapuskannya sistem Tanam Paksa (1870). Hal ini memicu peningkatan aktivitas ekonomi yang membutuhkan sistem akuntansi lebih formal. Akuntansi mulai digunakan untuk administrasi keuangan perusahaan dan pemerintah colonial. Hal lain yang memperkuat penerapan sistem akuntansi Belanda adalah adanya kontrol ekonomi yang dilakukan VOC di berbagai wilayah di Indonesia. Pada tahun 1957 pertama kali didirikan organisasi akuntansi Indonesia yaitu Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) berada di garis depan dalam pengembangan kebijakan dan standar akuntansi di Indonesia. Pada tahun 1973, dengan adanya pasar modal, IAI mengeluarkan beberapa kebijakan akuntansi yang disebut Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI), yang pada tahun 1974 ditetapkan bahwa akan ada Komite PAI yang mengawasi perkembangan PAI. PAI diciptakan untuk memenuhi kebutuhan pasar modal. Pada tahun 1984, IAI kembali melakukan modifikasi yang disebut Prinsip Akuntansi Indonesia 1984. Selanjutnya pada tahun 1994, IAI melakukan perubahan besar terhadap PAI yaitu dengan lahirnya Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Pada tahun tersebut, IAI memutuskan untuk melakukan harmonisasi standar akuntansi internasional (Wicaksono et al., 2022).
IAI sebagai wadah profesi di Indonesia selalu tanggap terhadap perkembangan yang mempengaruhi dunia usaha dan profesi akuntan. Sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 terdapat tiga perkembangan SAK di Indonesia
- Pada tahun 1973 di aktifkannya pasar modal di Indonesia. Pada masa itu IAI melakukan kualifikasi prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam buku "prinsip akuntansi Indonesia".
- Pada tahun 1984 komite PAI merevisi secara mendasar 1973 dan memodifikasi dalam buku "prinsip akuntansi Indonesia 1984" dalam tujuan menyesuaikan ketentuan akuntansi dan dunia usaha.
- Pada tahun 1984 IAI melakukan revisi total PAI 1984 dan melakukan modifikasi dalam buku "standar akuntansi keuangan 1994" pada 1 oktober 1994
Setelah kemerdekaan, akuntansi di Indonesia berkembang sebagai profesi formal. Tahun 1957 menjadi tonggak penting dengan berdirinya Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yang bertujuan untuk mengorganisasi para akuntan dan mengembangkan standar akuntansi nasional (IAI, 2024). IAI pada 23 desember 2008 mendeklarasikan rencana Indonesia untuk konvergence terhadap Internasional Financial Reporting Standards (IFRS). Compliance terhadap IFRS memberikan manfaat terhadap pelaporan keuangan dan peningkatan transparansi. Dengan adanya Compliance maka laporan keuangan perusahaan Indonesia dapat diperbandikan dengan laporan keuangan perusahaan negara lain. Selain itu, Compliance juga bermanfaat untuk mengurangi biaya modal dan meningkatkan investasi global. Dengan dideklarsikannya program konfergensi terhadap IFRS, maka tahun 2012 seluruh standar dikeluarkan oleh dewan standar akuntansi keuangan yang mengacu terhadap IFRS (Anisa Putri, 2010). Sampai saat ini SAK mengalami 6 kali penyempurnaan dan penambahan standar sejak tahun 1994 yaitu pada saat :
- 1 Oktober 19952.
- 1 Juni 19963.
- 1 Juni 19994.
- 1 April 20025.
- 1 Oktober 2004.
- 1 September 2007
Modernisasi dan Konvergensi Standar
Tahun 1973, IAI mulai menyusun Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang pertama. Pada 1994, SAK mengalami harmonisasi dengan International Financial Reporting Standards (IFRS), yang kemudian berlanjut menjadi konvergensi penuh pada 2009. Perubahan ini membawa praktik akuntansi di Indonesia sejalan dengan standar global, memungkinkan perusahaan untuk lebih kompetitif di pasar internasional (IAI, 2024; Jurnal, 2024). Pada tahun 1984, prinsip akuntansi ditetapkan sebagai standar akuntansi di Indonesia. Pada akhir tahun 1984, Standar Akuntansi Indonesia mengikuti standar yang dibuat oleh Komite Standar Akuntansi Internasional (IASC). Sejak tahun 1994, IAI telah berkomitmen untuk mengikuti IASC/IFRS.Pada tahun 2008, diperkirakan akan ada penyelesaian perbedaan antara PSAK dan IFRS. Pada tahun 2012, IAI mengikuti IFRS sepenuhnya.
Tiga Pilar Standar Akuntansi Indonesia Standar Akuntansi Keuangan: Standar akuntansi keuangan yang berlaku dan telah terkonvergensi ke IFRS diharapkan akan memberikan investor asing pemahaman yang sama tentang laporan keuangan perusahaan Indonesia dan investor Indonesia yang ingin mengembangkan bisnis mereka di luar negeri.Pada tanggal 17 Juli 2009, Standar Akuntansi Entitas tanpa Akuntabilitas Publik (ETAP) IAI telah mengeluarkan Standar Akuntansi Indonesia untuk Entitas tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP). SAK ETAP telah disahkan oleh DSAK IAI pada tanggal 19 Mei 2009. Perusahaan kecil seperti UKM tidak perlu menggunakan PSAK untuk membuat laporan keuangan setelah SAK-ETAP ini berlaku. SAK-ETAP memberikan banyak kemudahan bagi perusahaan dibandingkan dengan PSAK, yang memiliki ketentuan pelaporan yang lebih kompleks. Standar ini dimaksudkan untuk digunakan oleh entitas tanpa akuntabilitas publik, yang berarti mereka tidak memiliki akuntabilitas publik yang signifikan dan tidak menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum, menurut ruang lingkup SAK-ETAP. (Hylian Tanreguido,2024). Perubahan signifikan lainnya terjadi dengan adopsi teknologi dalam praktik akuntansi. Penggunaan perangkat lunak akuntansi dan teknologi cloud telah meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pencatatan transaksi keuangan. Selain itu, prinsip nilai wajar juga mulai diterapkan dalam laporan keuangan untuk memberikan informasi yang lebih relevan kepada pemangku kepentingan