Lihat ke Halaman Asli

Sejarah dan Perkembangan Akuntansi di Indonesia : Dari Masa Kolonial ke Era Modern

Diperbarui: 8 Desember 2024   10:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Komang Diah Monika Pradnyawati

Dr. I Nyoman Kusuma Adnyana Mahaputra,S.E,M.M

Perkembangan Awal Akuntansi di Indonesia

Sejarah perkembangan akuntansi di Indonesia dimulai sejak zaman kolonial Belanda pada tahun 1602-1799 dengan pencatatan sederhana. Kemudian pada zaman penjajahan Belanda  tahun  1800-1942  mulai  digunakan  pencatatan  debit  dan  kredit.  Sistem akuntansi Belanda sangat dominan dan  berpengaruh hingga tahun 1960-an, meski sempat ada dualisme dengan sistem akuntansi Amerika pada tahun 1950-an. Baru pada pertengahan 1970-an, Indonesia beralih ke pola akuntansi Amerika. Sistem pencatatan yang diperkenalkan VOC, yaitu pembukuan tunggal (single entry bookkeeping), digunakan untuk mencatat aktivitas perdagangan dan pengelolaan aset secara sederhana. Seiring waktu, metode ini berkembang menjadi sistem pembukuan ganda (double entry bookkeeping), yang memungkinkan pencatatan transaksi yang lebih kompleks dan sistematis (Gramedia, 2024). Awal dari perkembangan double entry book keeping ini muncul karena ada perubahan kebijakan mengenai tata laksana administrasi dan keuangan. Untuk memperlancar kebijakan ini, pemerintah belanda kemudian menunjuk Gubernur Jendral Pieter sebagai penanggungjawab. Pieter kemudian mendirikan kantor akuntan di Banten. Bersamaan dengan itu, sistem pembukuan double entry book keeping mulai digunakan untuk kepentingan pelaporan keuangan perusahaan (Salamah, Rizqi et al, 2024).

Periode Kolonial dan Setelah Kemerdekaan

Pada abad ke-19, ekonomi Hindia Belanda mengalami modernisasi dengan dihapuskannya sistem Tanam Paksa (1870). Hal ini memicu peningkatan aktivitas ekonomi yang membutuhkan sistem akuntansi lebih formal. Akuntansi mulai digunakan untuk administrasi keuangan perusahaan dan pemerintah colonial. Hal lain yang memperkuat penerapan sistem akuntansi Belanda adalah adanya kontrol ekonomi yang dilakukan VOC di berbagai wilayah di Indonesia. Pada tahun 1957 pertama kali didirikan organisasi akuntansi Indonesia yaitu Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) berada di garis depan dalam pengembangan kebijakan dan standar akuntansi di Indonesia. Pada tahun 1973, dengan adanya pasar modal, IAI mengeluarkan beberapa kebijakan akuntansi yang disebut Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI), yang pada tahun 1974 ditetapkan bahwa akan ada Komite PAI yang mengawasi perkembangan PAI.  PAI diciptakan untuk memenuhi kebutuhan pasar modal. Pada tahun 1984, IAI kembali melakukan modifikasi yang disebut Prinsip Akuntansi Indonesia 1984. Selanjutnya pada tahun 1994, IAI melakukan perubahan besar terhadap PAI yaitu dengan lahirnya Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Pada tahun tersebut, IAI memutuskan untuk melakukan  harmonisasi  standar  akuntansi internasional (Wicaksono et al., 2022).

IAI sebagai wadah profesi di Indonesia selalu tanggap terhadap perkembangan yang mempengaruhi dunia usaha dan profesi akuntan. Sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 terdapat tiga perkembangan SAK di Indonesia

  • Pada tahun 1973 di aktifkannya pasar modal di Indonesia. Pada masa itu IAI melakukan kualifikasi prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam buku "prinsip akuntansi Indonesia".
  • Pada tahun 1984 komite PAI merevisi secara mendasar 1973 dan memodifikasi dalam buku "prinsip akuntansi Indonesia 1984" dalam tujuan menyesuaikan ketentuan akuntansi dan dunia usaha.
  • Pada tahun 1984 IAI melakukan revisi total PAI 1984 dan melakukan modifikasi dalam buku "standar akuntansi keuangan 1994" pada 1 oktober 1994

Setelah kemerdekaan, akuntansi di Indonesia berkembang sebagai profesi formal. Tahun 1957 menjadi tonggak penting dengan berdirinya Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yang bertujuan untuk mengorganisasi para akuntan dan mengembangkan standar akuntansi nasional (IAI, 2024). IAI   pada   23   desember   2008   mendeklarasikan   rencana   Indonesia untuk konvergence terhadap Internasional Financial Reporting Standards (IFRS). Compliance terhadap IFRS memberikan manfaat terhadap pelaporan keuangan dan   peningkatan transparansi. Dengan adanya Compliance maka   laporan keuangan perusahaan Indonesia dapat diperbandikan dengan laporan keuangan perusahaan   negara   lain.   Selain   itu, Compliance juga   bermanfaat   untuk mengurangi    biaya    modal    dan    meningkatkan  investasi    global.    Dengan dideklarsikannya program konfergensi terhadap IFRS, maka tahun 2012 seluruh standar dikeluarkan oleh dewan standar akuntansi keuangan yang mengacu terhadap IFRS (Anisa Putri, 2010). Sampai saat ini SAK mengalami 6 kali penyempurnaan dan penambahan standar sejak tahun 1994 yaitu pada saat :

  • 1 Oktober 19952.
  • 1 Juni 19963.
  • 1 Juni 19994.
  • 1 April 20025.
  • 1 Oktober 2004.
  •  1 September 2007

Modernisasi dan Konvergensi Standar

Tahun 1973, IAI mulai menyusun Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang pertama. Pada 1994, SAK mengalami harmonisasi dengan International Financial Reporting Standards (IFRS), yang kemudian berlanjut menjadi konvergensi penuh pada 2009. Perubahan ini membawa praktik akuntansi di Indonesia sejalan dengan standar global, memungkinkan perusahaan untuk lebih kompetitif di pasar internasional (IAI, 2024; Jurnal, 2024). Pada tahun 1984, prinsip akuntansi ditetapkan sebagai standar akuntansi di Indonesia. Pada akhir tahun 1984, Standar Akuntansi Indonesia mengikuti standar yang dibuat oleh Komite Standar Akuntansi Internasional (IASC). Sejak tahun 1994, IAI telah berkomitmen  untuk  mengikuti  IASC/IFRS.Pada  tahun  2008, diperkirakan akan ada penyelesaian perbedaan antara PSAK dan IFRS. Pada tahun 2012, IAI mengikuti IFRS sepenuhnya.

Tiga Pilar Standar Akuntansi Indonesia Standar  Akuntansi  Keuangan:  Standar  akuntansi  keuangan  yang  berlaku  dan  telah terkonvergensi ke IFRS diharapkan akan memberikan investor asing pemahaman yang sama tentang  laporan  keuangan  perusahaan  Indonesia  dan  investor  Indonesia  yang  ingin mengembangkan bisnis mereka di luar negeri.Pada tanggal 17 Juli 2009, Standar Akuntansi Entitas  tanpa  Akuntabilitas  Publik  (ETAP)  IAI  telah  mengeluarkan  Standar  Akuntansi Indonesia untuk Entitas tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP). SAK ETAP telah disahkan oleh  DSAK  IAI  pada  tanggal  19  Mei  2009.  Perusahaan  kecil  seperti UKM  tidak  perlu menggunakan  PSAK  untuk  membuat  laporan  keuangan  setelah  SAK-ETAP  ini  berlaku. SAK-ETAP memberikan banyak kemudahan bagi perusahaan dibandingkan dengan PSAK, yang memiliki ketentuan pelaporan yang lebih kompleks. Standar ini dimaksudkan untuk digunakan  oleh  entitas  tanpa  akuntabilitas  publik,  yang  berarti  mereka  tidak  memiliki akuntabilitas publik yang signifikan dan tidak menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum, menurut ruang lingkup SAK-ETAP. (Hylian Tanreguido,2024). Perubahan signifikan lainnya terjadi dengan adopsi teknologi dalam praktik akuntansi. Penggunaan perangkat lunak akuntansi dan teknologi cloud telah meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pencatatan transaksi keuangan. Selain itu, prinsip nilai wajar juga mulai diterapkan dalam laporan keuangan untuk memberikan informasi yang lebih relevan kepada pemangku kepentingan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline