Rakyat Indonesia kembali dibuat resah dengan adanya kebijakan tentang kenaikan harga BBM subsidi,yaitu Pertalite dan Solar. Rencana kenaikan harga BBM ini berawal dari pernyataan Presiden republik Indonesia Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam unggahan Instagram pribadinya.
Mengetahui kabar tersebut warga pun langsung panik,kemudian mereka berbondong-bondong menuju SPBU untuk membeli BBM. Bahkan mereka juga langsung melakukan protes kepada akun resmi Pertamina.
Kenaikan harga BBM akhirnya diumumkan pemerintah secara resmi pada Sabtu,3 September 2022. Harga BBM yang naik meliputi BBM subsidi seperti Pertalite dan Solar serta BBM nonsubsidi yaitu Pertamax.
Adapun harga BBM yang mengalami kenaikan yaitu Pertalite menjadi Rp 10.000 per liter, harga solar menjadi Rp 6.800 per liter dan Pertamax menjadi Rp 14.500 per liter.
Banyak masyarakat yang tidak senang terhadap kebijakan tersebut. Tidak sedikit pula masyarakat yang melakukan aksi protes berupa demo atau melakukan kritik secara online melalui akun media social. Tapi ada baiknya kita mengetahui alasan-alasan atau pun fakta tentang mengapa pemerintah melakukan kebijakan tersebut dan apa tujuan pemerintah melakukan kebijakan tersebut sehingga kita tidak asal tidak terima atau asal protes terhadap kebijakan tersebut. Nah,berikut terdapat beberapa alasan dan fakta mengenai kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM subsidi dan nonsubsidi
Subsidi BBM Indonesia Tembus Rp502 Triliun
Jokowi mengatakan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang diberikan pemerintah sangatlah besar, yakni mencapai Rp502 triliun. Menurutnya, tidak ada negara mana pun yang sanggup memberikan subsidi sebesar itu.
Kuota Pertalite dan Solar Menipis
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa seiring pemulihan ekonomi yang menguat, mobilitas meningkat sehingga kuota Solar dan Pertalite diperkirakan akan habis di bulan Oktober 2022
Semakin Besarnya Beban Subsidi dan Ketidaktepatan Sasaran Pemberian Subsidi
Sri Mulyani mengatakan pada konferensi pers bahwa anggaran subsidi Negara membengkak dan pengalokasiannya harus disesuaikan. Harga BBM dianggap sangat membebankan APBN.