Lihat ke Halaman Asli

Regita Intan Nur Rohmah

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga

Stop Menunggangi Gajah! Gajah Bukan Satwa untuk Ditunggangi

Diperbarui: 15 Mei 2023   11:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : dok WFFT

Berkembangnya pengetahuan mengubah cara pandang manusia tentang liburan, atraksi hewan liar, dan pariwisata berkelanjutan. Perjalanan ke alam liar memberi kita peluang untuk mengalami berbagai pengalaman kebudayaan, bertemu orang-orang baru, merasakan makanan-makanan unik yang lezat, dan mengenal lebih dekat alam serta hewan-hewan yang sebelumnya hanya kita saksikan di berbagai tayangan dokumenter. Belakangan, ada pengembangan wacana pariwisata yang etis terhadap hewan. Salah satu wujudnya ialah kampanye untuk tidak mengendarai gajah. Gajah tak pernah didomestifikasi seperti anjing dan kuda. Meski lahir di penangkaran, gajah tetap hewan liar, dan orang harus menghancurkannya supaya ia dapat dikendarai turis dan melakukan pertunjukkan. Proses untuk menjinakkan dan membuat gajah bisa dikendarai seperti kuda kerap kali kejam dan menyakitkan.Banyak gajah yang terlatih dirantai agar ruang geraknya terbatas. Mereka kerap kali dipukul atau dilukai atas nama "disiplin" Kekejian yang berlangsung terus-menerus memang mengubah perilaku gajah, tapi ini punya dampak buruk bagi gajah.Gajah yang pernah menderita penyiksaan berlebih bisa tiba-tiba jadi agresif terhadap manusia. Di Thailand pernah ada kasus gajah mengamuk dan menginjak-injak seorang turis asal Inggris. Kasus serupa juga banyak ditemukan di India. Di luar pariwisata, gajah dan manusia juga kerap berebut lahan. Manusia membuat huma dan menggusur gajah, gajah menyerang kebun, dan manusia membalas dengan pembantaian.Lantas bagaimana di Indonesia? Negara yang kaya akan keanekaragaman flora dan faunanya.

Salah satunya Gajah Sumatera,yang merupakan 'spesies payung' bagi habitatnya dan mewakili keanekaragaman hayati di dalam ekosistem yang kompleks tempatnya hidup. Gajah sumatera (Elephas maximus  sumatranus) merupakan jenis mamalia besar yang tersebar sepanjang pulau sumatera. 

Lembaga konservasi dunia IUCN (International Union for the Conservation of Nature and  Natural Resources)pada tahun 2011 menetapkan status Gajah sumatera ke dalam kategori Critically Endangered (CR) atau Kritis, artinya satwa ini berada diambang Kepunahan. Status CR berada hanya dua tingkat dari status punah di alam liar dan punah sepenuhnya.

Dari itu, mari kita bantu lestarikan satwa peradaban Indonesia ini agar tidak punah. Salah satunya yang dimulai dari diri sendiri dengan cara hal kecil yaitu tidak menunggangi gajah ditempat wisata maupun di kebun binatang. Beberapa alasan kenapa Gajah tidak boleh ditunggangi.

Pertama struktur punggung gajah terdiri dari tonjolan tulang-tulang tajam yang hanya dilapisi jaringan tipis. Lebih parah lagi saat dikasih dudukan, bahkan semakin melukai dan menyebabkan cedera tulang belakang jangka panjang pada gajah.

Selain itu, Menaiki gajah di tempat wisata dampak membawa dampak buruk bagi hewan tersebut dalam jangka panjang, banyak gajah yang mengalami cacat deformitas tulang belakang atau tulang belakang yang bengkok. Dan menurut peneliti, hal tersebut menyebabkan rasa sakit yang luar biasa.

Memang gajah adalah hewan yang besar dan kuat. Mungkin kalian berpikir bahwa kalau memang gajah diperlakukan dengan tidak manusiawi, tentunya mereka tidak kesulitan melawan. Kenyataannya tidak demikian. Sifat penurut yang ditunjukkan oleh gajah yang ditunggangi bukan berarti mereka diperlakukan dengan baik. 

Dalam sebagian besar kasus, gajah menjadi penurut karena sejak kecil diajarkan bahwa apabila mereka melawan perintah,mereka akan merasakan sakit.Kedua status gajah sumatera yang sudah kritis dan sudah masuk daftar merah spesies terancam punah.Menurut Sunarto, pada 2007 dokumen resmi mencatat populasi Gajah Sumatra sebanyak 2800-2400 ekor. 

Pada tahun 2013, jumlahnya diperkirakan tinggal 1724. "Saat ini sedang proses pemutakhiran, angkanya belum resmi tapi ada indikasi kuat tidak lebih dari 1000 Ekor. Bisa kita bayangkan setiap tahunnya populasi Gajah Sumatera terus berkurang.

Sumber : dok WTTF

Ketiga,Mendapat siksaan dalam proses Domestifikasi.Proses domestifikasi terjadi lantaran gajah bukan hewan peliharaan. Gajah tergolong satwa yang secara alami liar.Dalam konteks pariwisata yang fokus pada uang, uang, dan uang,pelatihan yang manusiawi membutuhkan waktu yang terlalu lama dan biaya lebih untuk tenaga kerja ahli. Dengan menunggangi gajah, kalian turut berpartisipasi dalam kekerasan terhadap gajah.Pawang gajah akan menunggang di leher gajah sementara penumpang duduk di belakangnya. Pawang gajah kemudian akan memastikan gajah menurut dengan ancaman tusukan ujung runcing dari alat tersebut.Kulit gajah memang tebal, tapi bukan berarti mereka kebal rasa sakit.Keempat,Pemanfaatan gajah di lembaga konservasi harus memenuhi animal five freedom (5  kebebasan satwa) diantaranya bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari rasa tidak nyaman, bebas dari rasa sakit dan penyakit, bebas dari rasa tidak nyaman dan bebas menampilkan perilaku alami dengan menunggangi gajah untuk hal yang bersifat komersial berarti sudah melanggar animal five freedom, Yang bisa menunggangi itu seperti mahout (pawang) gajah atau tim patroli, kalua seperti itu oke untuk safety juga masih diperlukan.Kuncinya ada di kita. Selama masih ada orang yang menunggangi gajah, mereka (penyedia penunggang gajah di tempat wisata/kebun binatang) tidak akan berhenti karena gajah akan selalu dijadikan kendaraan.Saatnya kita generasi millenial lebih aware terhadap lingkungan dan satwa disekeliling kita. Gajah Sumatera adalah sang pengawal peradaban, Gajah Sumatera milik kita bersama dan tanggung jawab kita melestarikanya.

SAVE THE SUMATRAN ELEPHANT!!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline