Lihat ke Halaman Asli

Tugas Pemerintah Kota Bandung Atasi Macet

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

Seiring dengan berubahnya waktu dan pergantian kepala daerah di kota bandung, saat ini kota bandung telah menjelma menjadi kota yang padat penduduk padat kemacetan dan juga banyak masalah lain yang muncul. Macet akan mudah dijumpai di kota bandung pada waktu jam masuk kerja dan jam pulang kerja, karena pada jam jam tersebut banyak orang yang pergi meninggalkan rumah menuju tempat kerjanya. Ada yang menggunakan angkutan kota, ada yang menggunakan motor dan ada pula yang menggunakan mobil pribadi, ahir ahir ini pengguna angkutan kota sudah mulai berkurang hal ini disebabkan banyaknya warga yang beralih menggunakan kendaraan pribadi yaitu sepeda motor.

Jika kita lihat lebih dekat masalah macet yang terjadi di kota bandung banyak faktor penyebabnya, hal ini dapat kita analisa dari 50 titik kemacetan yang tersebar di kota bandung mulai dari bunderan Cibiru, tengah kota hingga terminal Leuwipanjang dengan panjang jalan hanya 1.600 kilometer. Pengguna jalan umumnya adalah angkutan kota, kendaraan AKDP dan AKAP, sepeda motor dan mobil pribadi. Jumlah pengguna jalan semakin hari semakin membludak ditambah dengan adanya perilaku PKL yang suka memanfaatkan jalan umum untuk berjualan. Untuk mengatasi hal tersebut sebenarnya pemerintah kota Bandung punya kuasa penuh untuk menertibkan dan harus mampu memberikan solusi yang terbaik jika peraturan tersebut diberlakukan.

Penyebab Macet yang Disebabkan Angkutan Kota dan Solusinya

Menurut Sekretaris Organda Kota Bandung, Jaja Kusnadi, data yang tercatat di bulan November 2013 bahwa mengenai jumlah angkutan kota yang beredar di Kota Bandung hampir 12.000 unit dan 5.521 unit adalah angkutan dalam kota yang tersebat seluruh Kota Bandung. Menurut beliau sejak 2002 jumlah angkutan kota tidak mengalami penambahan namun untuk jumlah angkutan antar kota seperti jurusan Padalarang - Leuwipanjang, Cimahi - Leuwipanjang, Soreang - Leuwipanjang yang jumlahnya lebih dari 6.000 unit.

Selain angkutan yang telah disebutkan tadi, jenis angkutan yang masuk ke kota bandung yaitu AKDP seperti angkutan Sumedang – Bandung, Cirebon – Bandung, Garut – Bandung, Tasik – Bandung dan masih banyak lagi dimana jumlahnya setiap tahun bertambah unit armadanya dan ada juga angkutan antar AKAP Jakarta – Bandung, Semarang -  Bandung dan Jogja – Bandung.

Penyebab kemacetan berasal dari angkutan kota yang perrtama yaitu kebiasaan angkutan baik dalam kota maupun angkutan AKAP dan AKDP adalah ngetem dan berhenti di sembarang tempat. Hal ini terjadi karena supir berharap dengan ngetem akan dapat penumpang dan baru akan berangkat setelah muatan penuh, untuk kebiasaan berhenti di sembarang tempat dikarenakan kemauan sang penumpang tujuannya adalah agar dekat dengan tujuan yang dituju atau rumah. Kebiasaan ini sebenarnya membentuk karakter mengulur waktu karena dengan menunggu penumpang atau menunggu kendaraan penuh sangat tidak efektif dan menurunkan penumpang sesuai keinginan penumpang juga merupakan kebiasaan yang kurang tepat karena akan memanjakan penumpang namun hal ini sudah menjadi kebiasaan yang sulit di hilangkan. Kedua adalah rute atau trayek angkutan penyebab terjadinya macet terutama bagi angkutan AKDP dan AKAP. Ankgkutan AKDP dan AKAP tujuan ahir adalah terminal Cicaheum atau terminal Leuwipanjang sebenarnya sangat tidak efektif sehingga angkutan AKDP dan AKAP akan menambah volume kemacetan di dalam kota.

Solusi yang mungkin bisa ditawarkan antara lain untuk masalah yang bersumber dari angkutan dalam kota yaitu dengan menyediakan angkutan masal seperti kereta bawah tanah dan bus kota yang telah disediakan oleh pemerintah dan menghilangkan angkutan dalam kota. Memang akan sangat sulit untuk mewujudkan hal ini karena akan banyak hal yang berbenturan yaitu akan banyak supir angkutan kota yang menganggur namun jika hal ini dicermati secara seksama bahwa maraknya kepemilikan sepeda motor adalah karena beratnya biaya transportasi yang dibebankan kepada penumpang dimana tarif yang diberlakukan oleh supir angkutan tidak stabil tergantung dimana penumpang turun sehingga banyak orang berfikir ekonomis lebih baik menggunakan sepeda motor karena dapat mengurangi biaya transportasi. Tidak stabilnya tarif bukan mutlak salah supir angkutan karena supir angkutan memiliki beban setoran yang lumayan tinggi setiap harinya.

Akan berbeda jika diberlakukannya angkutan masal yang disediakan pemerintah kota dengan tarif stabil dan murah meriah. Pengadaan angkutan masal oleh pemerintah Kota Bandung sebenarnya sudah disediakan yaitu berupa bus DAMRI namun masyarakat cenderung lebih memilih angkutan kota selain DAMRI hal ini disebabkan karena naik dan turun penumpang bisa sesuka hati penumpang tidak perlu mencari halte terdekat bahkan tidak harus mengantri jika kondisi sedang ramai penumpang.kecenderungan “tidak mau repot” seperti ini adalah penyebab awal macet dan munculnya kekurangdisiplinan pada diri sendiri. Jika PEMKOT BANDUNG berani mengambil langkah pengurangan secara bertahap maka rencana menghilangkan angkutan kota akan mudah terwujud, langkah ini memang akan timbul pro dan kontra malah cenderung banyak kontranya namun jika langkah ini tidak secepatnya di ambil maka kapan Kota Bandung akan keluar dari masalah macet yang semakin tahun semakin meningkat.

Dalam sebuah usaha menuju perubahan memang harus ada yang dikorbankan, seperti pengurangan atau malah menghilangkan jenis angkutan kota di Kota Bandung akan banyak pemilik angkutan dalam kota yang dirugikan namun hal ini harus dilakukan guna mewujudkan bandung yang juara dengan keasriannya, keramahannya dan mudah pelayanannya.

Kebiasaannya penumpang naik atau turun di sembarang tempat harus mulai dihilangkan, fungsikan kembali halte halte yang telah dibangun pemerintah. Kondisi halte halte di Kota Bandung jauh lebih bagus dan layak jika dibandingkan dengan halte halte di Negara lain, contohnya di Beijing halte yang tersedia hanya terpasang papan dari rute rute bus yang melewati halte tersebut namun si calon penumpang tetap setia menunggu dan mengantri serta mereka rela berjalan jauh menuju halte ketika akan berpergian dan ketika sampai di halte dekat tujuan merekapun rela dan semangat berjalan jauh dari halte dia hingga sampai tujuan, kebiasaan seperti ini patut dan perlu ditiru.

Kita bisa bandingkan dengan kota kota besar di Negara lain seperti Singapore, Hong Kong, Beijing dimana jenis transportasi yang digunakan adalah bus yang telah disediakan pemerintah setempat dengan titik pemberhentian yang telah ditentukan, selain bus pemerintah juga menyediakan kereta bawah tanah yang dapat menghubungkan titik vital kota seperti pusat pemerintahan, pusat perbelanjaan, pusat study dan pusat rekreasi dalam kota.

Selain pengurangan angkutan kota hal lain yang diberlakukan adalah penentuan rute/trayek bagi angkutan AKDP dan AKAP, maksudnya adalah mulai diberlakukannya larangan angkutan AKDP dan AKAP masuk dalam kota karena selama ini jenis bus AKDP dan AKAP melintas hingga dalam kota sehingga menambah volume jumlah kendaraan yang melintas sehingga macetpun tidak bisa dihindarkan contohnya seperti bus Semarang – Bandung masuk sampai terminal Cicaheum atau Bogor – Bandung masuk sampai terminal Leuwipanjang. Akan berbeda jika mulai diberlakukannya peraturan bahwa untuk angkutan AKDP dan AKAP hanya boleh melintas di jalan utama/jalan provinsi dan nasional seperti tol dan jalan soekarno hatta.

Misalnya untuk semua angkutan AKDP dan AKAP jurusan terminal Cicaheum hanya sampai di bundaran Cibiru dan untuk angkutan yang berasal dari Kabupaten Bandung seperti Majalaya, Soreang, Bale Endah hanya sampai di perbatasan kota yaitu tol, untuk angkutan yang berasal dari Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi hanya sampai di batas kota daerah Rajawali, dengan berlakunya peraturan ini maka jumlah angkutan yang melintas dalam kota secara perlahan mulai surut sehingga kemacetan sudah mulai berkurang. Memang akan sangat sulit merealisaikannya namun kita dapat belajar dari kota kota besar di Negara lain dimana kendaraan umum yang menghubungkan antar kota atau antar provinsi hanya sampai pada titik luar kota sehingga tidak akan mengganggu kondisi transportasi dalam kota.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline