“DUA SISI KOIN KPK”
Dewasa ini beredar anggapan yang sering kali didengar, bahwa korupsi di Indonesia sudah menjadi budaya. Banyak fakta-fakta yang disajikan oleh media baik dari elektronik maupun cetak walaupun tidak secara eksplisit mendukung anggapan ini. jika ditelusuri sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia sebenarnya korupsi mempunyai tempat tersendiri dalam kerangka sejarah Indonesia, dimulai dari zaman penjajahan yang mana materi sejarah perkembangan Indonesia menjadi bahan yang disajikan sebagai mata pelajaran bagiu setiap siswa sekolah dasar, menengah hingga atas. Tentunya sejarah perkembangan korupsi tidak akan dapat ditemui di setiap buku-buku pelajaran itu, berbeda halnya jika para Guru yang memberikan sedikit materi yang kemudian sering menjadi bahan diskusi antar Guru dan murid, hal ini pun biasanya banyak terjadi pada tingkat sekolah menengah. Sehingga para pemuda yang lahir dari generasi demikian ini mendapatkan informasi dari berbagai media lain selain yang bisa didapatkan selama menempuh pendidikan.
Zaman kolonialisme Belanda yang sangat lama di Indonesia yang diwadahi oleh VOC yang mengeruk segala kekayaan di Indonesia diwarnai dengan korupsi di tubuh VOC itu sendiri, faktor utama yang menyebabkan VOC itu bangkrut. Setelah itu bangsa Indonesia berusaha keras merebut kemerdekaan dari Belanda agar dapat menjadi bangsa yang merdeka dan dapat berdiri sendiri. Setelah kemerdekaan Indonesia, korupsi masih terjadi yang pada saat itu Negara Indonesia diperintah oleh pemerintahan Soekarno yang dikenal dengan Orde lama. Praktek korupsi di Indonesia menjadi perhatian besar pada masa pemerintahan Soeharto sebagai Presiden, yang tidak bisa dipungkiri menyajikan banyak sekali bentuk Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Sampailah pada masa sekarang ini, setelah digodok cukup lama sekarang Indonesia mempunyai sebuah lembaga yang bertugas menangani pemberantasan korupsi di Indonesia yaitu KPK.
KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi berdiri independen, dan tidak dapat di intervensi pihak manapun. Alasan dibentuknya KPK adalah karena POLRI dan Kejaksaan tidak dapat bekerja secara efektif dan efisien terkhusus dalam masalah pemberantasan korupsi. Banyak sekali kasus-kasus korupsi yang sudah ditangani oleh KPK, yang dihiasi dengan berbagai intrik politikdan hukum tingkat tinggi bak drama atau serial televise bahkan film-film Holllywood dari Amerika. Mulai dari kepemimpinan Taufiqurrrahman Ruki, Antasari Azhar, Abraham Samad, kemudian diisi kembali oleh Taufiqurrahman Ruki kemudian diduduki oleh Agus Rahardjo sampai dengan hari ini. Intrik-intrik politik dan hukum tingkat tinggi yang terjadi dalam kisah perjalanan KPK masih membekas dalam benak masyarakat Indonesia, sebut saja saat Antasari Azhar membuka perseteruan terbuka dengan istana setelah menetapkan besan Presiden Indonesia kala itu Susilo Bambang Yudhoyono sebagai tersangka, berikutnya wakil ketua KPK Chandra dan Bibit ditahan tak lama setelah Presiden SBY bertemu dengan petinggi POLRI dalam acara buka puasa bersama, September 2009 (berkaitan dengan perseteruan ini dalam memori masyarakat luas lebih dikenal dengan “cicak vs buaya” dari ucapan Kabareskrim saat itu Susno Duadji, sampai dengan kriminalisasi Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, kemudian akhir-akhir ini kembali dengan berita lain yang tak kalah heboh yaitu penyiraman air keras terhadap salah satu pentidik KPK Novel Baswedan.
Dengan berbagai macam intrik yang menyudutkan KPK jika tak bisa dibilang mendzolimi KPK sehingga KPK memiliki tempat tersendiri di hati masyarakat, tak dapat dipungkiri menjadikan KPK sebagai lembaga harapan bangsa, lembaga yang dianggap paling suci dari semua lembaga, bahkan Mahkamah Konstitusi sekalipun yang merupakan lembaga tempat berperkaranya para pihak yang menguji Undang-Undang terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebuah perangkat peraturan tertinggi dalam hierarrki peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Penangkapan Akil Mochtar dengan kapasitasnya sebagai seorang Ketua Mahkamah Konstitusi menampar keras sekaligus menodai Lembaga peradilan di Indonesia disamping juga semakin meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan. Hal ini menjadikan posisi KPK semakin kuat sebagai satu-satunya lembaga yang dipercaya oleh masyarakat, ditambah lagi dengan fenomena “penyerangan” terhadap KPK yang di blow up luar biasa besar oleh media dan terus menjadi topik perbincangan hangat oleh masyarakat. Kasus Antasari Azhar, Bibit-Chandra, kriminalisasi Abraham Samad dan Bambang Widjojanto dan belum lama ini penyiraman air keras terhadap Penyidik senior KPK Novel Baswedan. Peristiwa-peristiwa ini semakin mengukuhkan KPK sebagai Last Man Standing lembaga yang dapat dipercaya masyarakat Indonesia. Namun apakah hal ini benar? Apakah hal ini absolut sehingga tidak dapat dibantah sedikitpun?.