Pada 29 Oktober 2018, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, memberikan ceramah dalam acara Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan TNI Polri (FKPPI) di Buperta, Ragunan, Jakarta Selatan. Tema yang diangkat Menhan tentang "Peran Masyarakat Dalam Mempertahankan Nilai-Nilai Kebangsaan Sebagai Upaya Bela Negara dan Ketahanan Nasional".
Dihadapan putra-putri TNI/Polri, Menhan mengatakan, anggota FKPPI merupakan generasi muda yang lahir dari patriot-patriot bangsa Indonesia, yang merupakan pewaris utama kemurnian nilai-nilai Pancasila.
Menhan menyampaikan, bahwa dalam darah anggota FKPPI mengalir DNA pejuang sejati pendiri Republik Indonesia tercinta ini. Ditangan FKPPI diteruskan tongkat estafet yang berisi amanah untuk mempertahankan tetap utuh dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Dengan latar belakang tersebut, nampak bahwa semangat kesadaran Bela Negara harus telah mendarah daging dalam diri FKPPI. Karena orang tua dan pendahulu FKPPI telah mewariskan nilai-nilai luhur Bela Negara. Bela Negara merupakan kebutuhan mendasar dari bangsa Indonesia yang harus terus dilestarikan, dan nilai-nilai idealisme Bela Negara tersebut tidak akan pernah berubah dari dulu sekarang hingga selama-lamanya.
Bila FKPPI tidak melaksanakan Bela Negara dan tidak membela Pancasila serta UUD 1945 maka FKPPI telah menjadi pengkhianat kepada bangsa ini dan pengkhianat bagi orang tua dan pendahulu-pendahulu kita.
Dalam era perkembangan modernisasi dan globalisasi ini, kata Menhan, disamping ancaman-ancaman berbentuk fisik, ancaman nyata dan ancaman belum nyata, kita juga harus selalu waspada terhadap ancaman non-fisik, yaitu ancaman terhadap "mindset" bangsa Indonesia yang berupaya untuk merubah ideologi negara Pancasila.
Ancaman berbentuk kekuatan "soft power" telah berupaya merusak jati diri bangsa Indonesia melalui pengaruh kehidupan ideologi asing yang beraliran materialisme. Idelogi berbasis materialisme yang teridentifikasi berpotensi mengancam keutuhan ideologi Pancasila adalah "Ideologi Liberalisme, Komunisme, Sosialisme dan Radikalime Agama".
Menurut Menhan, serangan ideologis inilah yang sering di sebut dengan istilah Perang Modern (Proxy War) yaitu suatu bentuk perang jenis baru yang mempengaruhi hati dan pikiran rakyat dengan tujuan untuk membelokkan pemahaman terhadap ideologi negara. Metode operasional perang ini dilakukan melalui infiltrasi ke dalam dimensi intelijen, militer, pendidikan, ekonomi, ideologi, politik, sosbud/kultur dan agama, bantuan-bantuan, kerja sama berbagai bidang dan media/informasi.
Setelah infiltrasi berhasil, ungkap Ryamizard, dilanjutkan dengan mengeksploitasi dan melemahkan central of gravity kekuatan suatu negara melalui politik adu domba untuk timbulkan kekacauan/kekerasan, konflik horisontal (SARA), memunculkan keinginan untuk memisahkan diri atau separatisme, dimulai dengan eskalasi pemberontakan pada akhirnya terjadi pertikaian antar anak bangsa atau perang saudara.
Muara dari Perang Modern yang benuansa materialisme ini adalah guna menguasai sumber-sumber perekonomian termasuk menguasai sistim tata kelola dan aturan hukum (rule of law) negara.
Metode perang modern ini relatif murah meriah, karena hanya dengan bermodalkan sarana media sosial dengan kata-kata tertentu dan janji-janji yang menggiurkan masyarakat sudah dapat terpengaruh untuk kemudian mengikuti paham yang disebarkan tersebut.