Lihat ke Halaman Asli

Terpaksa

Diperbarui: 21 Oktober 2022   15:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

kubentak kau dengan pedikaku
seracik hardik menantang syairmu
ku mengetuk sikap diammu
dengan surat api jumawaku

ku kirim lembar suci,bersanding pekatnyatinta ini
padikamu bak galaksi ,hidup tapi tak menyinari .
sekumpulam anak dara,terdayuh oleh asmara
kidung syairnya hampa,dimakan belatung pujangga .

masih sama seperti dahulu,kalimatmu bagaikan debu
melesat bernada rindu,semua tentang komplotanmu .
kuayunkan ujung penaku ,tuk memberontak emosimu
namun,kau dan indukmu, tetap saja membeku bak batu

dulu ku saratui dengan judul "puisi mereka"
tapi masih santai diam saja tidak curiga
malah menikmatiukiran kata
mengenggam asa sebenarnya

kamu tidak punya kamu bahasa
atau di sebabkan miskin kata ,hahaha
tawaku mengundang iba akanmu
maksudku pada komplotanmu

puisiku tak manis lagi
menyayat hati kau kuhakimi
puisiku tak senikamat kopi
kini,memancing emosi kartini

nama:Pujiyanti astutik
nim: 1130022024
prodi:S1 Keperawatan
univ: universitas nahdlatul ulama surabaya

salamku pada pemangkumu
kalimatmu merobek kertas sastramu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline