[caption id="attachment_104650" align="aligncenter" width="300" caption="Mesjid Indra Purwa, Ujong Pancu. dibangun di atas reruntuhan kerajaan Hindu pra Islam. (dok, LENSAKIRI.KKB)"][/caption] tanah yang menyimpan harta karun dalam berbagai bentuk. jika kau ke sana suatu ketika, selain menikmati harumnya secawan kopi, kau juga bisa menikmati bekas-bekas sejarah yang melintang sepanjang zaman. sejarah yang sesekali merubah bentuknya dalam beragam wujud. [caption id="attachment_104649" align="aligncenter" width="300" caption="Malem Dagang, panglima prang Iskandar Muda ketika mengusir portugis di Melaka 1511(dok. LENSAKIRI.KKB)"][/caption] kami menyebutnya 'selera sejarah'. dimana antara keinginan dan kepentingan leluasa bermain. bagi kami, sejarah tak ubahnya kokok ayam di pagi hari, membangunkan kami namun tak jarang tertidur lagi. masalalu seperti seorang ibu yang melahirkan catatan panjang tentang perlawanan, khianat, penentang kekuasaan. maka, zaman menjadikan kepala kami 'nyut-nyutan' setelah suara bedil dan air raya datang berkabar. meninggalkan selera sejarah tersendiri yang patut untuk direnungkan. [caption id="attachment_104648" align="aligncenter" width="300" caption="menunggu sarakata lama (pensil di atas HVS. Karya Idrus Bin Harun)"]
[/caption] Aceh, dari rindu dan benci kami sering berbagi hikmah, mengekalkan 'keuneubah' (peninggalan) dalam hati yang rawan. aceh yang mencintai kami dengan bau tanahnya, tempat pusara orang-orang tercinta terdekap. aceh yang suatu hari nanti bisa kau temui dalam buku sejarah yang kerap diselewengkan. atau tak disebut-sebut samasekali. [caption id="attachment_104655" align="aligncenter" width="300" caption="surat tanpa tandatangan untuk kata damai(cat air di atas kain. karya idrus bin harun)"]
[/caption] (Idrus bin Harun, akhir 2010.18 Desember)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H