Lihat ke Halaman Asli

Jika asmara sudah tak berlogika, Wajib cari kambing hitam

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1302549940695507691

Engkau tinggalkan aku catatan harian

Dua puisi basi dan rekaman asmara buram

Mengapa selalu saja sepi kau buktikan dengan cara aneh

Kadang dengan menunduk dan tengkurap

Tau tidak?

30 hari sebelumnya,saat kau ajak aku menikmati secawan kopi dan senja imitasi,

Perasaanku tak sepenuhnya riang, ku artikannya sepura-pura mungkin untuk menghormati asmara kita yang ku prediksikan tak akan bertahan lama dan dalam waktu dekat karam di muara. Maka, jangan sekali-kali menyuruhku membuka catatan harian apabila aku sedang menginginkan dekap.

Engkau mesti paham dan sekolah lagi kalau tak mengerti perasaanku.

Kini setelah lama terhuyung dalam waktu senggang. Aku menulis sendiri cuaca di wajahmu, berkabut atau cerah, persetan. Aku hanya ingin mendeskripsikan. Bentuk-bentuk kepicikan dan tolol tidaknya mencintaimu dalam setengah musim.

Tentu saja kamu tidak tau

Asmara butuh kebohongan, untuk memastikan kita selalu bahagia berada dalam sepi. Meskipun sendiri, aku tak lagi mabuk puisi elegi.

Sebenarnya cinta tidak rumit, tapi kita terlalu bebal untuk memarodikan asmara. Makanya hari-hari ini kudapati rautmu pucat dan berkeriput.

Apakah termasuk golongan orang cerdaskah kita?

Bila setelah lama sekolah tapi masih saja linglung membuat batas yang jelas antara asmara dan cinta, antara mencinta dan dicinta. Meskipun rumit,  tak salah jika kawinkan saja kedua-duanya, agar dapat kita nikmati sambil tertawa-tawa.

Hari-hariku boleh saja gelap, dan lebih suka menyendiri menghabiskan waktu dengan puisi, tapi tidak serta merta aku menjadi penyair seketika. Diksi-diksi dan gaya ungkap telah kulaknat serta tunggu saja kucampakkan ke mukamu. Sebagai konsekwensi kita telah sepakat untuk tidak saling khianat.

Dari atas jembatan yang pernah begitu akrab, hujan tiba-tiba berhenti sendiri. Aku sudah mampu mengungkapkan kembali isi hati walau berupa sisa-sisa hati remuk dan jiwa karam. Jangan bersedih untuk itu. Gempa di sore itu memangkas obrolan yang sebenarnya tak lagi penting untuk dibicarakan pada orang sekitar.

Malam ini, setelah kubuang sial dari beranda rumah, aku dapat tidur senyenyak keinginanku sambil menertawai diri. Dari seberang mimpi yang amat jauh dari jangkauan, aku menyibukkan diri dengan tembang-tembang the panas dalam*.  Dengan sadar dan tanpa paksaan aku menggerutu: “dasar cowok sialan”.

29 september  2010. . kupi rumoh aceh bersama PW (menarik atas inspirasimu)

*band asal bandung yang nyeleneh

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline