Lihat ke Halaman Asli

Aceh, kami mencintaimu ketika:

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1302350014255513370

1. kota mencapai puncak semrawut, dengan angkutan kota parkir sembarangan

sampah-sampah berserakan tanpa bak penampungan

dan kulihat sepasang anjing bercinta dekat selokan sumbat

hari itu , bendera partai berkibar tanpa sungkan

pengemis-pengemis menanti pemilihan umum tanpa banyak berharap

karena perubahan adalah suatu benda yang jatuh dari langit layaknya hujan

kala itu, cintaku padamu mungkin saja tak seburuk partai mencintai audiennya

tapi syukurlah aku buru-buru berjanji menikahimu

2. syariat islam baru saja dideklarasikan, mengganti produk hukum liberal

ke regulasi Tuhan. Antara syukur dan was-was aku melanjutkan cinta padamu

sambil memelihara baik-baik rasa penasaran akan nikmat persenggamaan

menyembunyikan kecurigaan dengan kepolosan khas laki-laki 20-an.

Biarlah ini jadi angan-angan yang tidak bermasalah dengan hukum Tuhan

Aku tidak mau ( lebih tepatnya malu )harus berurusan dengan polisi syariat karena kedapatan khalwat

Sudahlah, tanpa kukatakan pun cinta antara kita pasti berdiri setan yang rutin menghasut hasrat seksual binatang. Sehingga pelukan dan dekap semakin erat saat mengendarai sepeda motor, dan betapa bangganya dapat lolos dari razia jilbab

Begitulah, syariat  kita anggap sesuatu yang jenaka dan pantas untuk ditertawakan ketika pemerintah memberi anjuran-anjuran temporal dan sanksi ringan.

Tanpa menyentuh hal-hal subtansial.

3. Diberlakukan jam malam dan diaktifkan ronda untuk mengantisipasi segala

Bentuk kejahatan. Demi terjaminnya rasa aman, walau setiap hari berita Koran menyajikan berita yang tak layak dikonsumsi anak-anak. Karena ada saja nyawa melayang yang katanya untuk tumbal. Aku tak mengerti, sumpah. Politik kala itu tak ubahnya mesin gergaji yang menebangi pepohonan. Hari-hari panjang merayakan pesta perang dengan rentet M-16 yang bersahutan. Saat itulah aku mencintaimu,  saat tentara menghalau rasa takut akan mati konyol pada medan gerilya.

4. Kartu tanda penduduk kita dibedakan, dari warna sampai tanda tangan

Yang kelebihan muatan.dan apabila luput kita kantongkan, maka segeralah

menyiapkan kain kafan ( dengan catatan apabila mayat dikembalikan )

kalau memang naas, maka tak ada guna lapor KOMNAS HAM. Karena segala sesuatu yang berbentuk protes dianggap melawan.

5. sekolah marak dibakar, oleh orang tak dikenal. Yang sebenarnya

orang-orang dekat kita juga yang hobbinya provokasi.

Pantas saja kita kurang  lancar dalam beberapa mata pelajaran sehingga hari ini ketika jadi guru sekolah dasar.

6. hujan di kota kita tak seindah yang kita bayangkan, sungai meluap dan

bendungan tak kuat menahan. Maka banjir sudah menjadi event tahunan yang membosankan, tapi celakanya seperti tetap dipertahankan.

7.   barak-barak pengungsi mulai marak didirikan sepanjang jalan, mereka menjauh dari

Pedalaman, karena tak ada jaminan keamanan dari pihak manapun. Rakyat jadi obyek  pertengkaran politik yang tak tentu arah. Mereka dipaksa terlibat.

2009

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline