Nama: Ni Made Feby Prismayanti
NIM: 2317041109
Prodi: S1 Manajemen
Sebelum kita mengimplementasikan Tri Hita karana dalam kehidupan sehari hari, ada baiknya kita mengetahui dan memahami Tri Hita Karana itu sendiri. Tri Hita karana berasal dari Bahasa sansekerta yang terdiri dari tiga kata yaitu Tri yang artinya tiga, Hita yang artinya bahagia, dan Karana yang artinya penyebab. Jadi Tri Hita Karana (THK) adalah tiga penyebab terciptanya kebahagian hidup manusia yang bersumber dari hubungan harmoni dengan Tuhan (Parhayangan), antar sesama manusian (Pawongan), dan dengan alam (Palemahan).
Tri Hita Karana dimulai dari adanya trikotomi masyarakat pada era prasejarah, dimana pada saat itu masyarakat sudah menjaga hubungan harmonis antara manusia dengan nenek moyang (pada era prasejarah manusia masih belum mengenal tuhan) dengan cara mengadakan ritual penguburan menggunakan peti batu (sarkofagus) serta tempat pujaan kepada leluhur berbentuk punden berundak. Yang mana para manusia pada era prasejarah tersebut menganut kepercayaan animisme dan dinanisme. Selain itu manusia prasejarah juga menjaga hubungan harmonis dengan sesama manusia, dimana pada saat itu mulai muncul desa desa prasejarah. hal ini dikarenakan manusia pada era prasejarah menyadari bahwa banyak kegiatan atau pekerjaan tidak bisa dilakukan seorang diri, contohnya saja seperti berhadapan dengan serangan musuh dan binatang buas. Serta manusia pada era prasejarah juga menjaga hubungan harmonis dengan alam sekitar mereka, karena mereka menyadari bahwa lingkungan alam telah menyediakan berbagai bahan baku yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka melalui pembudidayaan tanaman serta hewan.
Setelah manusia melewati era prasejarah, masuklah konsep ketuhanan agama hindu yang bersifat Pantheisme dan Monisme. Dimana saat itu manusia sudah meyakini bahwa semua yang ada pada alam semesta adalah manifestasi dari Tuhan. Dimana setelah perkembangan jaman yang begitu signifikan, Trikotomi ini kemudian di kembangkan lagi dan menciptakan istilah Tri Hita Karana. Yang mencetuskan pertama kali istilah Tri HIta Karana ini adalah Dr. I Wayan Merta Suteja. Beliau mencetuskan istilah ini pada tanggal 11 November 1966 saat Konfrensi Daerah I Badan Pekerja Umat Hindu Bali di Perguruan Dwijendra Denpasar. Lalu melihat nilai nilai dari Tri HIta Karana yang bersifat universal, istilah ini pun berkembang luas dan menjadi suatu landasan filosofi dalam tatanan kehidupan. Pada hari kamis, 11 oktober 2018 bapak Joko Widodo memperkenalkan istilah Tri HIta Karana ini pada forum on Sustainable Development, dimana beliau menyentuh kesadaran para undangan yang hadir pada forum tersebut bahwa pembangunan berkelanjutan seharusnya berakhir dengan kebahagian. Hal ini menunjukan bahwa menjaga hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, menjaga hubungan harmonis dengan sesama manusia, dan menjaga hubungan harmonis antara manusia dengan lingkungan adalah kunci dari suatu kebahagian. Oleh sebab itu kita setidaknya menerapkan atau mengimplemntasikan istilah Tri Hita Karana ini dalam kehidupan sehari hari agar menciptakan hubungan harmonis yang nantinya berubah menjadi suatu kebahagian, baik itu berasal dari agama manapun.
Adapun contoh pengimplementasian dari istilah Tri Hita Karana dalam kehidupan sehari hari yaitu:
1. Parahyangan
Tri Hita Karana terdiri dari tiga bagian, dan yang pertama adalah Parhayangan. parahyangan adalah hubungan harmois antara manusia dengan Tuhan. Dimana dengan menjaga hubungan harmonis dengan Tuhan memungkinkan kehidupan manusia menjadi lebih damai dan tentram. Untuk menjaga hubungan harmonis dengan Tuhan kita sebagai manusia bisa melakukan beberapa kegiatan, salah satu contohnya yaitu dengan melakukan ibadah sesuai dengan agama masing masing. Dalam Agama Hindu kita bisa melakukan puja Tri Sandya sebanyak tiga kali dalam sehari. Setelah melantunkan Puja Tri Sandya Kita juga bisa melanjutkannya dengan melakukan persembahyangan, yang dimana dalam persembahyangan tersebut kita menggunakan sarana berupa dupa dan bunga serta diikuti dengan pengucapan Panca Sembah.
Selain bersembahyang, dalam Agama Hindu kita juga dianjurkan untuk mengadakan upacara Piodalan. Dimana upacara piodalan merupakan acara peringatan hari lahirnya suatu Pura/Merajan. Upacara Piodalan biasanya dilakukan dalam kurun waktu enam bulan sekali. Biasanya dalam upacara Piodalan memiliki beberapa rentetan acara, salah satunya adalah kegiatan Mecaru. Mecaru adalah kegiatan yang termasuk kedalam yadnya, dimana kegiatan mecaru bertujuan untuk menjaga keharmonisan atara alam semesta (Bhuana Agung) dengan Mahluk Hidup (Bhuana Alit) agar menjadi tentram dan damai.
2. Pawongan