Sabtu siang yang panas 1 Desember 2012 saya sempatkan ke Dixie Jogja (@dixiejogja) untuk menghadiri "Ngobrol Bareng Dee" yang diadakan oleh Bentang Pustaka (@bentangpustaka). Sempat terkena macet karena bertepatan dengan jam pulang sekolah dan wisuda UNY akhirnya sampai juga di Dixie jam 13.45 WIB. Dari undangan yang saya baca acara diadakan jam 13.30 - 15.30 WIB. Tapi seperti sudah tradisi masyarakat Indonesia, acara inti sebenarnya akan dimulai paling cepat 30 menit dari yang tercantum di undangan. Dewi Lestari alias Dee alias Ibu Suri sampai di Lantai 2 Dixie jam 14.00 dan acara langsung dimulai.
"Road to Madre The Movie dan Republish Rectoverso" adalah tema yang diusung siang itu, nah tapi tak ada salahnya ngobrolin nglantur sedikit dari tema :) . Acara diawali dengan lagu yang dipopulerkan pertama kali oleh Marcell, "Firasat" yang ada di buku Rectoverso. Lagu tersebut jadi pilihan pembuka acara karena Januari 2013 nanti Rectoverso akan publish kembali dengan penerbit Bentang Pustaka. Rectoverso juga telah diadaptasi menjadi sebuah film yang akan tayang pertengahan Februari 2013.
[caption id="" align="aligncenter" width="410" caption="Ngobrol Bareng Dee (courtesy Bentang Pustaka)"][/caption]
Dewi menjelaskan banyak film Rectoverso yang mengangkat 11 kisah dengan 5 sutradara wanita, bagaimana diangkatnya Rectoverso menjadi sebuah film sampai pemilihan pemain. Hmm, kok malah ngomongin film :) , tapi obrolan tersebut menarik untuk disimak. Bagaimana dengan "Madre The Movie"? Film yang juga diangkat dari novel Dewi Lestari ini akan tayang Januari 2013, lebih cepat dari Rectoverso. Lokasi syutingnya sendiri dilakukan di Bali dan Bandung, salah satu alasan kenapa Jakarta tidak dijadikan tempat syuting Madre karena jalanan di Jakarta terlalu lebar sehingga tidak begitu bagus untuk pengambilan gambar film ini.
[caption id="" align="aligncenter" width="384" caption="Full seat."]
[/caption]
Wanita yang sering dipanggil Dee ini juga mengutarakan prinsipnya dalam menulis, yaitu minat pribadi dan berbagi "isme" yang dianutnya pada orang lain. Dee juga tidak suka dengan penulisan biografi terselubung, karena menurutnya menjadi tantangan jika memberi dunia baru bagi pembaca.
[caption id="" align="aligncenter" width="384" caption="Acara baru saja dimulai."]
[/caption]
Para fans Ibu Suri juga mendapat kesempatan untuk tanya jawab dan menerima tantangan membacakan puisi yang ada di novel Ibu Suri. Hadiahnya? Novel dari Bentang Pustaka :) .
Sayang sekali speaker hanya ada di depan, sehingga yang jauh belakang kurang bisa mendengar dengan baik (dari dulu memang Dixie seperti itu), ditambah beberapa orang yang berisik. Tempat duduk penuh sampai AC pun tak terasa dingin. Ada juga yang duduk lesehan di depan, tapi saya dan beberapa orang lainnya memilih berdiri di belakang dekat meja makan, paling tidak mudah untuk mengambil jajanan dan secangkir kopi.
Saya bukan penggemar Dewi Lestari, juga bukan pecinta sastra. Saya hanya pecinta wanita, jika saya ditanya tentang karya-karya Dee maupun film yang diadaptasi dari novelnya saya benar-benar tidak tahu ;) . Saya datang untuk mengetahui "isme" menulis dan sisi lain dari sosok Dee. Jangan bandingkan saya dengan salah satu penggemar Dee yang rela datang dari Madura untuk bisa bertemu Dee :) . Silahkan baca TL Bentang Pustaka hari ini yang khusus menyajikan "live tweet" acara tadi siang termasuk foto-fotonya, dan sepertinya belum ada yang membungkusnya dalam chirpstory.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H