Lihat ke Halaman Asli

Silla Agustin

Pelajar/Penulis/Juara lomba cerpen/SMA Negeri 1 Pandaan

Balutan Cinta Rasulullah

Diperbarui: 18 Mei 2024   11:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aroma pagi begitu terasa, menemani perjalanan panjang yang akan membawa aku pada suatu tempat. Gumpalan-gumpalan putih selembut sutera kini memenuhi tubuh langit, membuat bentangan luas menjadi polos dan bersih. Sementara mentari yang tertutup oleh awan hanya bisa memancarkan cahaya. Namun, tidak dengan panasnya. Jauh di sana, kegiatan halaqah akan segera bermula.

Aku mendudukkan diri di teras masjid sembari mengendurkan tali sepatu. Masih tersisa satu jam lagi sebelum kegiatan halaqah dimulai, aku memilih untuk salat duha terlebih dahulu. Salat sunah yang jika Rasulullah kerjakan akan menjadi sebuah kewajiban. Ya, aku sedang belajar istiqamah untuk tetap mengerjakannya. Bukan karena fadilah, tapi semata Lillahita'ala. Selain sebagai pintu rezeki, salat duha juga menjadi salah satu pintu surga, siapa pun yang mengerjakan salat duha setiap hari bukankah Allah akan mengampuni dosanya sekalipun dosa itu sebanyak buih di lautan?

"Barang siapa yang menjaga salat duha, maka dosa-dosanya diampuni walaupun dosanya itu sebanyak buih di lautan." (HR. Tirmidzi).

"Siapa saja yang salat duha sebanyak 12 rakaat, Allah akan membuat untuknya sebuah istana yang terbuat dari emas di surga." (HR. Ibnu Majah).

Setelah kewajibanku sebagai seorang muslim telah terlaksana, aku melangkah, menapakkan kaki menuju perpustakaan. Aku berhenti di ambang pintu sebuah bangunan besar berwarna putih. Di perpustakaan, aku dan Maziyah masih saling berdiskusi mengenai halaqah yang akan berlangsung. Sesekali tawa kecil keluar walau tertahan, mengingat saat ini aku berada di ruangan yang mengharuskan untuk diam seribu bahasa.

"Assalamualaikum." Suara bariton itu memecah keheningan, membuatku tersentak. Dengan cepat aku membalikkan badan.

"Waalaikumus salam." Hanya itu yang bisa aku ucapkan. Dengan cepat aku memutuskan pandangan secara sepihak dan memilih untuk menunduk dalam. Namun, atensiku menangkap sesosok gadis yang berdiri tidak jauh dari Bima.

Bukan tanpa alasan, namun cara berpakaiannyalah yang membuat manikku ini tidak bisa memalingkan wajah.

"Afwan jiddan, kami bertiga terlambat. Perkenalkan ini Fathia, dia di sini sebagai panitia, menggantikan salah satu akhwat yang mengundurkan diri." 

"Melihat waktu akan memasuki ba'da zuhur, alangkah baiknya jika kita mempercepat rapat kali ini." Pria bermata elang itu menyahut perkataan Bima secepat kilat.

"Kemarin setelah berkonsultasi dengan Ustaz Arifin. Ada baiknya jika waktu untuk pelaksanaan halaqah dua hari satu malam, dan transportasinya satu bus saja, tujuannya agar lebih berhemat." Pria itu mengambil kesimpulan sekaligus saran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline