"Tidak ada anak yang dilahirkan melainkan diatas fitrah."(H.R. Abu Hurairah)
Anak merupakan suatu titipan dan anugerah terbesar dari Allah Swt yang diberikan kepada orangtua. Keberadaan anak sangat dinantikan oleh setiap orangtua sebagai penyempurna dalam kebahagiaan keluarga. Berdasarkan hadits diatas pula bahwa seorang anak merupakan fitrah yang harus dijaga serta dipelihara dengan penuh cinta dan kasih sayang. Dengan adanya seorang anak dapat memberikan warna tersendiri serta keunikannya masing-masing.[1] Oleh karena itu, tugas orangtua dalam hal ini memberikan kasih sayang, mendidik, serta mengarahkan pada hal yang baik sebagai bekal masa depan. Berdasarkan hadits tersebut diatas bahwa anak merupakan fitrah yang harus dijaga serta diberikan bimbingan, pendidikan, serta penghidupan yang sesuai serta layak.
Sering kita melihat disekitar kita kedekatan/ kelekatan antara seorang anak perempuan dengan ayahnya. Hal tersebut merupakan suatu hal yang lumrah dan terjadi pada setiap keluarga. Seorang ayah cenderung lebih dekat dengan anak perempuannya. Anggapan tersebut didukung dengan suatu pernyataan yang berkembang di masyarakat bahwa jika anak perempuan akan lebih dekat dengan ayahnya dibandingkan dengan ibunya. Bahkan, bagi beberapa anak perempuan, sosok ayah merupakan sosok yang selalu melekat di hati hingga mereka dewasa. Meski kebanyakan anak perempuan kesal terhadap sikap ayahnya yang terkadang over protektif, ia pasti paham betul bahwa maksud ayahnya tersebut adalah untuk kebaikannya. Lalu apasih yang disebut dengan kelekatan itu sendiri? Serta bagaimana pola pengasuhan yang tepat diterapkan oleh orangtua?
Kelekatan adalah ikatan emosional bertimbal balik antara anak dan orang tua, yang masing-masing berkontribusi terhadap kualitas hubungan kedua pihak tersebut. Kelekatan memiliki nilai adaptif bagi anak, yang memberi kepastian bahwa kebutuhan fisik, psikologis dan sosial anak akan terpenuhi (Papalia, Olds, Feldman, 2009). [2] Kelekatan (attachment) dapat diartikan pula sebagai suatu ikatan hubungan antara orangtua yang dibangun untuk mengoptimalkan pertumbuhan serta perkembangan anak.
Sebaliknya jika terdapat seorang anak yang sejak kecil dimulai dari usianya bayi sudah bersama pengasuhnya ketika kedua orangtuanya sibuk bekerja. Maka secara otomatis, ia akan lebih mempunyai kelekatan dengan pengasuhnya yang setiap hari mengalami hubungan serta komunikasi intens. Namun, orangtua tersebut juga dapat membangun kelekatan dengan menyisihkan waktunya untuk lebih dekat dengan anaknya. Menurut Bowlby ia mengatakan bahwa kelekatan tidak secara tiba-tiba muncul, melainkan terdapat beberapa fase, yakni ada 4:
Pada fase pertama dimulai dari usia (0-3 tahun) atau yang disebut dengan tahap pra-lampiran. Dimana secara insting bayi langsung menangkap serta merespon kelekatan pada sosok yang bersama dengannya. Fase kedua mulai dari usia (6 weeks-7 months) atau kelekatan tanpa pandang bulu. Kemudian fase ketiga dari usia (7-11 months) dimana bayi sudah mengerti akan kehadiran ibunya dan ingin terus dekat dengannya. Dan yang terakhir yakni usia 9- seterusnya, pada fase ini bayi akan merasa sangat aman dengan hubungan kelekatan antara dirinya bersama ibu ataupun pengasuhnya. [3]
Selain itu pula, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan anak mudah dalam memiliki kelekatan yakni seperti peluang ketertarikan yang besar, kemudian pola pengasuhan yang berkualitas juga menjadi faktor penentu terjadinya kelekatan antara orangtua dengan anaknya. Berkaitan dengan kelekatan antara orangtua dengan anaknya, terdapat pula beberapa pola pengasuhan pada anak sehingga anak memiliki kelekatan.
Pola asuh (parenting) merupakan pola pengasuhan orang tua terhadap anak, yakni bagaimana orang tua memperlakukan anak, mendidik, membimbing dan mendisiplinkan serta melindungi anak dalam mencapai proses kedewasaan sampai dengan membentuk perilaku anak sesuai dengan norma dan nilai yang baik dan sesuai dengan kehidupan masyarakat. Ada beberapa pola pengasuhan anak diantaranya yakni pola asuh otoriter, pola pengasuhan demokratis, serta pola pengasuhan permisif. Seperti yang kita ketahui, pola pengasuhan otoriter yaitu pola pengasuhan yang terstuktur dengan jelas, sedangkan pola pengasuhan demokratis artinya orangtua mendukung segala apa yang menjadi kehendak anak, namun tetap dalam pengwasan.
Sedangkan pola pengasuhan permitive merupakan pola asuh yang membiarkan anak. Pola Permisif adalah Pola asuh ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya berdasarkan masih pada hal dan semestinya. Hal tersebut yang segegra bentuk sebagai ungkaoan rasa syukur pada Allah Swt.