Lihat ke Halaman Asli

Antara Tantangan atau Pantangan? Catur Brata Penyepian di Era Modernisasi

Diperbarui: 12 Maret 2024   15:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Kemenparekraf

Makna Hari Raya Nyepi            

Hari raya Nyepi merupakan pergantian tahun Saka bagi umat Hindu. Perayaan pergantian tahun Saka ini tentu memiliki perbedaan yang signifikan dengan perayaan tahun baru Masehi. Pasalnya jika perayaan tahun baru Masehi identik dirayakan dengan kemeriahan pesta, namun sebaliknya dengan perayaan pergantian tahun baru Saka bagi umat Hindu dilaksanakan dengan sunyi dan sepi. Maka dari itu dinamakan "Nyepi" yaitu sepi atau hening. Keheningan yang dimaksud adalah keheningan diri umat Hindu dalam pemusatan pikiran dan realisasi Atman dengan melaksanakan Catur Brata Penyepian.

Sebelum melaksanakan hari raya Nyepi, umat Hindu biasanya melakukan beberapa rentetan acara sebelum perayaan hari raya Nyepi seperti melasti dan tawur kesanga. Upacara melasti biasanya dilaksanakan beberapa hari sebelum hari raya Nyepi yang dilaksanakan sesuai dengan desa, kala, patra masing-masing daerah. 

Upacara Melasti memiliki makna untuk memohon kesucian dan pembersihan kepada para dewata untuk melebur segala kotoran yang ada di Bhuana Agung (Makrocosmos) dan Bhuana Alit (Mikrocosmos). Setelah Melasti, umat hindu melaksanakan upacara Tawur kesanga. Upacara Tawur Kesanga dilaksanakan pada hari raya Tilem Chaitra tepat sehari sebelum hari raya Nyepi. Makna dari upacara Tawur Kesanga adalah mengembalikan ataupun membayar segala sesuatu yang didapatkan dari alam yang diterima oleh manusia dalam pemenuhan hidupnya. 

Dalam upacara Tawur Kesanga biasanya umat Hindu menghaturkan sesajen atau caru. Setelah melaksanakan Tawur Kesanga, dilanjutkan dengan upacara Ngerupuk yaitu mengelilingi rumah dengan menyiratkan tirta suci serta membunyikan bunyi-bunyian yang bermakna untuk menetralisir para Bhuta Kala atau energi jahat yang ada dalam lingkungan sekitar.

Setelah melakukan upacara pembersihan alam semesta beserta isinya kemudian melakukan pengembalian terhadap segala sesuatu yang didapatkan dari alam semesta dan menetralisir segala energi jahat, diharapkan umat Hindu bersih secara sekala dan niskala serta siap menyambut pergantian tahun baru Saka dengan penuh kedamaian pikiran, tingkah laku, serta perkataan masing-masing.

Pada saat hari raya Nyepi berlangsung, umat Hindu diharapkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan positif yang selaras dengan ajaran agama Hindu. Dalam pelaksanaan hari raya Nyepi, umat Hindu memiliki pantangan berupa Catur Brata Penyepian sebagai berikut.

  • Amati Geni yaitu tidak menyalakan api, tidak menyalakan lampu, melakukan puasa. Dalam sudut pandang lain, api yang dimaksud bisa berarti api amarah. Sehingga pantangan bagi umat Hindu saat nyepi untuk tidak menghidupkan amarah dalam diri dan berusaha untuk menetralisir hal tersebut.
  • Amati Karya yaitu tidak melakukan kegiatan fisik diluar dari kegiatan untuk memusatkan pikiran kepada Tuhan seperti mempelajari lontar ataupun kitab suci.
  • Amati Lelanguan yaitu tidak berhura-hura dengan kegiatan lain selain memusatkan pikiran pada sang pencipta.
  • Amati Lelungan yaitu tidak berpergian keluar rumah.

Tantangan hari raya Nyepi di era modernisasi

Nyatanya, di era modernisasi saat ini pantangan-pantangan dalam Catur Brata Penyepian mengalami pergeseran pemahaman oleh umat Hindu. Bagaimana tidak, banyak perilaku masyarakat yang seakan acuh terhadap esensi Nyepi dan Catur Brata Penyepian serta memaknai hari raya Nyepi sama seperti hari-hari biasanya. Misalnya, saat upacara Melasti banyak masyarakat yang hanya diwakili oleh beberapa orang dalam keluarga sehingga anggota keluarga yang lain tidak ikut dan berpikir bahwa sudah ada yang mewakilkan untuk mengikuti upacara Melasti. Apabila umat memang tidak bisa mengikuti karna sebab yang logis maka dapat dimaklumi namun apabila umat tidak mengikuti kegiatan hanya karena sudah diwakilkan dan mengambil kegiatan lain sudah pasti ini merupakan perilaku yang kurang baik. Pasalnya, pada upacara Melasti umat dapat memohon anugerah dan melakukan pembersihan diri sendiri. 

Kemudian saat malam Pengerupukan tepatnya saat pengarakan ogoh-ogoh banyak pemuda-pemuda yang berkumpul dan meminum-minuman keras sebelum mengarak ogoh-ogoh agar kuat dan bersemangat namun nyatanya ini adalah perilaku yang salah. Ogoh-ogoh merupakan simbolisasi sifat buruk manusia ataupun Bhuta Kala yang nantinya akan dilebur sebagai refleksi melebur segala sifat buruk yang ada. Tentunya kebiasaan para pemuda seperti itu, harus ditanggulangi dan dihindari. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline