[caption id="attachment_393008" align="aligncenter" width="640" caption="Foto www.nufoto.nl"][/caption]
Ketika sedang asyik membersihkan tumpukan salju di depan pekarangan rumah, tiba-tiba terdengar ' praaang ... ' kaca jendela rumah tetangga pecah kena lemparan sesuatu. Pelakunya seorang anak lelaki usia sembilan (9) tahun. Kontan yang empunya rumah lari keluar. Buntut cerita kedua pihak keluarga berembuk menyelesaikan permasalahaan sambil bersihkan semua kaca yang berantakan pecah dan membuat foto sebagai barang bukti permasalahan dan gotong royong menutup jendela dengan bahan terpal dan selimut untuk sementara sampai petugas khusus datang untuk memasang kaca baru. Wah , untung terjadi bukan di saat weekend.
Nah dari situ saya mendapat perkataan ini '' depri'' Jadi depri itu bukan nama resep makanan baru atau nama orang tetapi kata pendek dari ''depresi atau depressive personality disorder.'' Definisi sederhana adalah seseorang yang mengalami tekanan perasaan, mood yang down, atau kesedihan yang begitu dalam atau frustasi.
Depri bukan hanya monopoli kaum dewasa saja. Tetapi juga dapat menimpa anak-anak usia muda. Bahkan dari banyak informasi yang saya baca depresi bisa juga melanda hewan dan tanaman. Tingkatan depri juga tergantung dari problematik yang dialami dan pertolongan yang didapat. Ada depri yang penanganannya bisa hanya dengan dokter umum biasa dan ada yang sampai tingkat kunjungan ke psikiater. Ada yang hanya menelan obat-obat biasa dan ada yang sampai tingkat obat penenang kelas berat. Nah, dapat anda bayangkan bagaimana depri menyerang.
Kita para tetangga dari anak lelaki itu tidak mengira bahwa diusia semuda itu ia akan terkena depri, tetapi kalau kita tarik lagi kisahnya mengapa ia jadi demikian, maka kita sebagai orang luar dari keluarganya akan dapat memahami mengapa ia menjadi demikian. Ternyata anak lelaki ini mendapat depri karena ibunya lari meninggalkan dirinya hanya karena masalah yang personal - affair. Sementara anak masih dalam proses pembentukan jati diri, mencari ego diri yang butuh bimbingan, perlindungan, perhatian dan kasih sayang ternyata tiba-tiba mengalami gangguan. Sangat prihatin memang bila harus mendengarkannya. Jadi anak-anak bukan hanya bisa dapat atau terkena ADHD (Attention Deficit Hyperactifity Disorder) saja, tetapi Juga Depressive Disorder. Kita harus alert!
Penyebab dari depresi memang dapat bermula dari macam-macam situasi yang terkadang kita sebagai orang tua tidak mengira bahwa hal tersebut menjadi biangkerok depresi.
Kita sebagai orang tua pasti banyak menyimak berita seperti ini pada media massa ;
>> anak lari dari rumah tanpa sebab, anak hilang, anak kena bully, anak korban pedofile, anak jadi prostitusi, anak pakai drugs, anak korban indoktrinisasi dan akhirnya masuk kelompok kelompok ekstrim jihadisme, anak bunuh diri, dan lain sebagainya tragedi kisah anak-anak yang naas.
Dari tahun ketahun, jumlah anak-anak yang jatuh kelembah nestapa ini semakin meningkat. Dan kita sebagai orang tua hanya bisa melotot matanya dan tahan nafas bila menonton atau baca pemberitaan yang naas pada media massa. Hanya sampai disitukah keterperangahan kita? Mengapa kita tidak langsung menuding jari ini langsung pada diri kita sebagai orang tua yang justru bertanggung jawab melindungi mereka? Kita adalah pihak pertama penyebabnya
Orang tua umumnya tidak suka dan tidak jujur untuk mengakui kesalahan
Seorang anak yang kena bully habis-habisan di sekolah atau ditengah pergaulan, meskipun akhirnya mendapat pertolongan dari pihak sekolah dan instansi terkait tetap saja orang tua lolos dari lobang jarum sebagai pihak pertama yang tahu persis siapa anaknya termasuk proses perkembangan diri anak sejak ia dilahirkan sampai ketika ia ditemukan dengan setumpuk problematik kehidupan. Mengapa sampai demikian? karena orang tua tidak suka dan tidak mau secara jujur mengakui kesalahannya.