Lihat ke Halaman Asli

Pelepas Dahagaa di Teluk Penantian

Diperbarui: 17 Juni 2015   17:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Liant Saputra adalah seorang laki-laki yang saat ini duduk dibangku SMA dia merupakan anak yang baik dan periang, semua orang mengenal siapa dia dengan baik begitupun dengan keluarganya. Liant begitu dia sering disapa, kini dia sedang memandangi sebuah foto besar yang ada didinding ruang tamunya. Gambar dirinya dengan kedua orang tuannya , disamping kanannya terlihat seorang wanita dengan rambut terurai dan wajah yang cantikitu adalah ibunya, dan sebelah kirinya terlihat seorang laki-laki dengan postur tubuh yang bagus dengan jas dan dasi senada yang menampakkan kekarismatikan sang pemakainya, dia adalah ayah liant. Liant terus memandang foto itu , rumah yang besar dan suasana sepi membuatnya sedih. Ketika pagi hari dia tak pernah ada kesemptan untuk makan pagi bersama dengan ayah ataupun ibunya. Dia sering menuntut setidaknya ada sedikit waktu yang diluangkan oleh mereka untuk dirinya, tapi tuntutan macam papun tak pernah dikabulkan. Kini dia harus menikmati hidupnya sendiri punya orang tua namun seperti dia tak memiliki orang tua.

Seiring dengan waktu Liant anak baik-baik ini berubah menjadi anak yang nakal dan membangkang dengan aturan-aturan disekolahnya , dia sering bolos , balap liar, tawuran , pergaulan bebas. Semua hal negatif dia lakukan. Setiap ia pulang ke rumah dia selalu disuguhi oleh pertengkaran ayah dan ibunya.

Pagi ini dia terbangun dari tidurnya matanya terpaksa harus terbuka, dia mendengar beberapa suara yang menyakitkan telingannya dia keluar dari kamar dan melihat apa yang terjadi, dan lagi-lagi dia melihat ayah dan ibunya bertengkar. Dia hanya mendecak kesal. Dia kemudian pergi mandi dan bersiap untuk sarapan pagi. Pertengkaran itu masih saja terdengar, hingga dia berjalan menuju ruang makan, ayah dan ibunya mengehentikan pertengkaran mereka dan memasang wajah baik-baik saja didepan liant.

“selamat pagi” ibunya yang merupakan wanita karir ini memberikan senyum seorang ibu pada putranya. Liant hanya diam dan memasang wajah tanpa exspresi. Dia duduk dimeja makan ditemani oleh ayah dan ibunya.

“tumben”ucap liant dengan memandangi roti yang ada didepannya.

“bukankah seharusnya seperti ini?” ucap sang ibu.

“kalian tidak bekerja?”

“kami memutuskan akan mengambil cuti, kamu pasti ingin beribur bersama kan?” ucap sang ibu kembali.

“liburan masih lama.. tak perlu pikirkan aku, lakukan sesuka hati kalian.” Liant mengambil tasnya dan beranjak pergi. Namun sang ayah mengambil tindakan, ayahnya membanting sebuah kertas ke meja.

“dasar anak nakal, siapa yang mengajarimu seperti ini. Apa yang kau lakukan selama ini disekolah , membolos , tawuran kami sudah dengar semua.” Sang ayah marah.

Liant hanya diam dan mengunggingkan senyum dibibirnya, sang ibu berusaha meredam amarah sang ayah,

“ini semua karena ibumu yang tak pernah benar mendidikmu.” Sang ayah kembali marah dan percecokan malah semakin rumit. Liant hanya diam dan medengar pertengkaran yang terjadi diantara ayah dan ibunya. Kemudian anak itu beranjak melangkahkan kakinya untuk pergi dari ruangan itu, namun kembali sang ayah marah atas tindakannya pergi seenaknya , tanpa mau menjelaskan apapun tentang kenakalannya.

“percuma aku disini. Ayah boleh memukulku, atau bahkan melukaiku. Tapi jangan lukai ibu. Ayah boleh marah .. aku tak berniat membela siapapun karena kalian berdua salah. Kalian tak pernah peka, kalian terlalu sibuk dengan urusan kalian masing-masing, kita adalah keluarga tapi kasih sayang sedikit pun tak pernah aku dapat disini.”

Ayah dan ibunya hanya diam terpaku atas apa yang diucapkan oleh anaknya.

“seharusnya kamu mengerti, kami bekerja juga untuk kamu. Untuk hidup kita.” Ucap sang ayah.

“Sungguh aku tak pernah peduli dengan uang ayah, yang aku butuhkan kasih sayang dari ayah dan ibu, dimana semua temanku bisa bercerita tentang kasih sayang yang mereka dapat dari orang tua mereka tapi tidak dengan aku. Setiap kalian pulang kalian hanya bertengkar, dan tak pernah megerti sedikit tentang perasaanku, sekarang ketika kalian melihat perbuatanku disekolah tawuran , bertengkar, bolos sejujurnya itu semua aku lakukan untuk mendapatkan perhatian dari kalian. Sesibuk apapun aku hanya ingin ada sedikit waktu untukku.” Ucap liant yang kemudian meneteskan air matannya.dia merasa keluarganya tak pernah bisa seperti apa yang di harapkan. Padahal dulu ayah dan ibunya sesibuk appapun selalu meluangkan waktu untuknya.

#Keesokan Harinya#

Setelah pertengkaran kemarin, rupanya kedua orang tua liant baru menyedari apa yang dinginkan liant, baru sadar bahwa liant hanya perlu keluarga yang utuh dan kasih sayang orang tuanya. Kemudian mereka berjanji akan selalu memberikan perhatian lebih pada Liant, serta selalu menjaga keharmonisan pernikahan mereka demi anak mereka satu-satunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline