[caption id="" align="aligncenter" width="562" caption="Petani merawat tanaman kentang mereka yang berada di lereng-lerang bukit di Desa Tieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah (Kompas / Raditya Mahendra Yasa)"][/caption] Bersamaan dengan jatuhnya hari Tani Nasional pada 24 September saat UU No 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria (UUPA 1960) disahkan. Maka saya menganggap ini adalah moment yang tepat untuk mengungkap betapa urgennya memperhatikan dan mendahulukan hak-hak petani. Untuk selanjutnya tulisan ini lebih khusus menyoroti nasib para petani di Kabupaten Sinjai. Boleh dikatakan Kabupaten Sinjai, sebagai kabupaten yang meski tergolong sempit wilayahnya. Adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan dengan penghasilan sumber daya pertanian yang tergolong melimpah. Karena itu, tak salahlah kiranya jika di hari Tani nasional yang jatuh pada bulan September ini, mari kita memulainya memberdayakan aset-aset daerah ini, mulai dari tingkat lokal saja dahulu. Jangan Abai Khusus untuk Kabupaten Sinjai, meski sumber daya pertaniannya kurang terekspose keluar hingga dapat menarik investor asing masuk di daerah tersebut. Tetapi satu hal yang patut disyukuri bersama. Betapa melimpahnya hasil-hasil pertanian di sana jika tiba pada musimnya. Dari dua kecamatan di kabupaten Sinjai yaitu Kecamatan Sinjai Selatan dan Kecamatan Sinjai Barat. Dua daerah ini merupakan penghasil pertanian cukup tinggi. Kecamatan Sinjai Selatan, di daerah tersebutlah terdapat area tanaman Cengkeh, tanaman lada, bahkan juga tumbuh beberapa jenis buah-buahan seperti: durian, rambutan, manggis dan langsat. Kemudian Kecamatan Sinjai Barat lengkap dengan segala macam tanaman sayur-mayurnya, sampai semua resep dapur (bawang, tomat, dan cabe) persediaan bahannya di daerah itu tidak pernah habis. Tapi sayangnya, Bupati setempat setelah peralihan kepemimpinan. Dari yang sebelumnya Rudiyanto Asapa, kemudian digantikan oleh Sabirin Yahya setelah melalui Pilkada langsung. Dari Bupati-Bupati yang kemarin hingga sekarang tidak pernah "melirik" segala hasil pertanian itu, untuk dikelola oleh pemerintah daerah, agar kelak dapat meningkatkan PAD (Pendapatan Asli daerah) Sinjai. Saya kira, Jika Bupati sekarang: Sabirin Yahya berani melakukan terobosan, untuk lebih memprioritaskan pemanfaatan lahan pertanian di daerahnya. Maka tak sulitlah mengejawantahkan semua janji-janji politiknya kemarin saat berkampanye di hadapan para konstituennya. Kunci utamanya adalah terletak pada kecakapan seorang Bupati mengelola, memanajemen semua sumber daya pertanian itu hingga produktifitasnya meningkat, kemudian mencari pemasaran dari hasil pertaniannya. Yakin saja PADnya pasti meningkat secara signifikan. Mari kita coba tengok Kabupaten Bantaeng, yang dulunya daerah itu tidak memiliki kemajuan apa-apa. Jalanannya rusak di sana-sini, tetapi dengan datangnya seorang figur unggul dan profesional, maka menjadilah Bantaeng sebagai Kabupaten percontohan di mana-mana. Bayangkan saja! pohon apel dan strawbery yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya akan tumbuh di kota tua itu, toh sekarang Nurdin Abdullah dapat membuktikannya. Bagaimana dengan Sinjai? Untuk warga Sinjai, kalau persoalan buah, dari dulu hingga sekarang sudah banyak yang membudiyakannya. Tapi, lagi-lagi sayang seribu sayang, datangnya musim rambutan karena tidak ada pemasaran yang layak, buah seperti rambutan, langsat, dan durian karena hanya terjual di pasaran lokal. Harganya merangkak turun, rambutan dan langsat perkarung hanya dihargai Rp 10.000 s/d Rp 25.000 saja. Betapa ruginya seorang petani Rambutan, petani langsat saat harga pertaniannya tidak sebanding dengan pemeliharaan dan perawatannya yang selama ini dilakukan. Andaikata Bupati Sinjai berani menjalin kerja sama dengan para Investor, memperkenalkan semua produksi buah tersebut agar harga semua jenis buahnya di tawar mahal, maka tidak mungkinlah petani akan merasa rugi untuk bertani. Dalam kasus yang sama, segala sumber sayuran di Kecamatan Sinjai Barat. Cukup saja semua jenis sayuran tersebut diambil alih oleh Bupati, lalu dipasok ke mal-mal di kota Makassar, sudah pasti harganya juga akan mahal. Perlu diingat, bahwa sejatinya membangun Kabupaten agar semua warganya sejahtera, warganya dapat menempuh pendidikan dengan gampang. Adalah berbanding lurus/ kongruen dengan kerja sama yang erat antara Bupati dengan warganya. Taruhlah misalnya, jika Bupati memberikan bantuan kepada petani, mulai dari penyediaan bibit, pemupukan, perawatan tanaman, hingga menurunkan tenaga ahli yang mengerti cara pemeliharaan tanaman. Maka sebuah kemunafikan, jika petani menolak untuk menjual hasil pertaniannya ke sektor-sektor yang telah disediakan oleh kepala daerah. Apalagi dengan harga yang memadai, maka berjamaalah kiranya petani akan mendrop hasil pertanian mereka ke "tangan" pemerintah daerah. Dalam situasi itu, sudah pasti tidak terasa, pundi-pundi rupiahpun akan mengalir ke kantong PAD. Ini baru kita berbicara tanaman buah dan sayuran saja, bagaimana dengan tanaman perkebunan (cengkeh dan lada) jika diperkenalkan untuk para investor. Maka dijamin para investor luar negeri akan berduyun-duyun meliriknya, terlebih kedua jenis tanaman perkebunan tersebut di pasar dunia sangat dibutuhkan hingga sekarang. Oleh karena itu, kepada Bupati Sinjai sekarang melalui surat terbuka ini, saya hanya membuka titik terang atas potensi dari pada "pundi-pundi" kekayaan kita. Bahwa dengan mensejahterakan petani, bukan hanya memenuhi hak-hak para petani, tetapi daerah tidak lagi akan menggantungkan nasibnya di pusat, untuk menunggu pencairan APBN mengalir ke daerah. Maka janganlah sekali-kali pernah mengabaikan petani, sebab petani adalah aset daerah yang dapat memacu jantung daerah, untuk tumbuh dan berkembang menuju kota dunia. Daerah Mandiri Patut menjadi catatan, bahwa dasar filsufis lahirnya otonomi daerah, bukan hanya kekuasaan pemerintah daerah tidak lagi "disetir" oleh pusat. Namun lebih dari pada itu, kemampuannya untuk menjadi daerah "mandiri" dengan memanfaatkan segala potensi kekayaan daerahnya. Provinsi Gorontalo di zaman Fadel Muhammad sudah menjadi contoh, kalau bukan karena produksi jagungnya, provinsi itu tidak dapat mandiri untuk membenahi segala pembangunan fisik daerahnya. Kabupaten Bantaeng mustahil maju seperti sekarang, kalau bukan kecerdikan Nurdin Abdullah mengelola segala sumber daya pertaniannya. Mengaca dari semua "pengalaman berharga" itu, saya yang terlahirkan sebagai anak petani. Sudilah kiranya kepada Bupati Sinjai sekarang: Sabirin Yahya agar memandirikan kabupaten sinjai. Ayo tingkatkan hasil pertaniannya. Mari membenahi segala keluhan para petani, berikan bantuan tenaga ahli pertanian yang dapat mengawal pekerjaan mereka. Bahwa mandirinya Kabupaten Sinjai, denyut nadinya ada di tangan para petani. Selamat hari tani nasional. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H