[caption id="attachment_344593" align="aligncenter" width="576" caption="tribunnews.com"][/caption]
Untuk kesekian kalinya pasal karet tindak pidana pencemaran nama baik dalam UU ITE lagi-lagi memakan "korban." Kali ini korbannya adalah Fadli Rahim, seorang Pegawai Negeri di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Gowa.
Ironisnya, kasus yang mendera Fadli, bukan hanya "memaksanya" untuk bertanggung jawab secara pidana. Tetapi harus pula menerima "hukuman" berupa penurunan pangkat kepegawaian atas dirinya, dari pangkat golongan III B turun ke pangkat golongan III A. Tidak sampai di situ saja, Bupati Gowa juga menggunakan "alat kekuasaannya" melakukan "aksi balas dendam" atas perbuatan Fadli. Bupati Gowa pun menerbitkan SK mutasi terhadap ibu Fadli yang berprofesi sebagai Guru bahasa Inggris di Kabupaten itu.
Dalam perspektif hukum pidana, terutama berdasarkan UU ITE, yakni Pasal 27 ayat 3 yang menjerat Fadli atas perbuatannya. Di tengah suasana kebebasan ekspresi yang ditunjang dengan media sosial sehingga gampang di akses oleh siapapun, eksistensi pasal tersebut menjadi pasal karet yang dengan gampang menjerat bagi siapa saja. Oleh karena itu, dalam tulisan ini penting untuk diuraikan batasan keberlakuan dapat diterapkannya ketentuan tersebut.
Mencegah Pasal Karet
Pasal 27 ayat 3 UU ITE berdasarkan bunyi pasalnya menegaskan "perbuatan yang dilarang berdasarkan UU ITE --- setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik."
Ketentuan Pencemaran nama baik dalam UU ITE dapat dikatakan dengan gampangnya akan diproses secara pidana terhadap siapa saja yang menulis di media online. Beruntung saja, berkat adanya uji materil UU ITE (Pasa27 ayat 3) ke MK, sehingga pasal karet ini yang begitu gampang "mengkriminalkan" siapa saja, dapat dicegah "elastisitasnya". (Baca Juga: Fadli Rahim dan Pasal Karet UU ITE)
Berdasarkan Putusan MK No 50/PUU-VI/2008 menegaskan bahwa Pasal 27 ayat 3 UU ITE merupakan delik aduan. Bahkan dalam pertimbangan MK butir (3.17.1) menguraikan lebih lanjut bahwa Pasal 27 ayat 3 UU ITE merupakan satu kesatuan bangunan sistem hukum dengan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. Yang mana pasal pencemaran nama baik dalam KUHP merupakan genus delicht atas Pasal 27 ayat 3 UU ITE.
Terlepas dari titik terang yang terbuka atas penafsiran MK atas Pasal 27 ayat 3 UU ITE. Pada dasarnya masih menyimpan sejumlah kejanggalan dari ketentuan tersebut. Pertama, terminologi tanpa hak dalam Pasal 27 ayat 3, kontradiksi dengan kalimat selanjutnya "mendistribusikan.... yang memiliki "muatan pencemaran nama baik." Bahwa bagaimana mungkin suatu perbuatan adalah terlarang tetapi masih dibuka peluang orang bisa berhak untuk mendistribusikan...kata-kata yang mengandung pencemaran nama baik. Kiranya jika frase tanpa hak dalam ketentuan itu, dimaksudkan untuk meniadakan sifat melawan hukum pencemaran yang diletakkan dalam keadaan membela diri, berarti sifat melawan hukum dapat menjadi hapus apabila ada alasan demi kepentingan umum, sebagaimana maksud Pasal 310 ayat 3 KUHP.
Kedua, Pasal 27 ayat 3 UU ITE juga diikuti dengan kalimat... yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik. Perlu diingat bahwa penghinaan diartikan sama dengan pengertian penghinaan (beleediging) berdasarkan Bab XVI Buku II KUHP. Penghinaan tidak termasuk tindak pidana, melainkan kualifikasi dari bentuk-bentuk tindak pidana yang menyerang harga diri, nama baik atau kehormatan; baik yang diserang adalah pribadi mauun kelompok.