Lihat ke Halaman Asli

Ikhlas yang Mendalam

Diperbarui: 13 Desember 2022   20:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Siapa yang akan menyangka anak perempuan yang katanya tidak bisa sendiri, nyatanya berada disini, ditempat yang bahkan tak terpikirkan sebelumnya. Atas keinginan dan untuk orang-orang yang ia sayang.

Aku berada di perantauan, jauh dari sanak saudara dan tempatku dilahirkan. Semuanya bermula saat aku duduk dibangku SMA tepatnya kelas 10, dimana temanku marah karena penyakit yang dialami kakaknya dianggap candaan. Penyakit ini mungkin terdengar asing ditelinga anak sekolah seperti kita.

Suasana kelas bisa dibilang kondusif, meskipun guru sedang tidak bisa mengajar, kami diberi tugas untuk membaca sebuah buku. Didalam buku tersebut terdapat kisah dimana pemeran utamanya mengidap "Skizofrenia", celetukan temanku menanyakan "szikofrenia apaan sih?", yang lain spontan menjawab, "orang yang suka halu, mirip kayak orang gila gitu", semua tertawa.

Lalu tiba-tiba saja terdengar suara gebrakan meja. Temanku yang menggebrak meja langsung keluar dari kelas, suasana kelas menjadi hening. Kami saling bertanya-tanya tentang kejadian tadi. Usut punya usut, teman kami ini merasa tersinggung.

Ternyata kakaknya mengidap penyakit tersebut, ia tidak suka jika kakaknya disamakan dengan orang gila. Kemungkinan besar orang yang berada diposisinya akan melakukan hal yang sama. Saat itulah keinginanku muncul, ingin mendalami hal yang jarang sekali dipedulikan, yakni masalah mental.

Guruku bilang kami harus mempertahankan nilai raport atau bahkan membuatnya perlahan naik agar kami nantinya lolos dalam SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Itu hanya salah satu tes masuk perguruan tinggi negeri, biasa disebut jalur undangan. Jadi kami hanya memasukkan nilai raport kami dari semester 1 pada kelas 10 sampai semester 1 dikelas 12.

Aku kira ini bisa kujadikan pilihan, akan kuupayakan nilaiku bagus. Namun sepertinya memang tidak ada yang mudah, nilaiku bahkan tidak konsisten. Beberapa mata pelajaran naik dan yang lainnya malah turun.

Hingga saat kelas 12, banyak sekali tugas yang harus kami kerjakan, belum lagi anak IPA sepertiku dihujani dengan banyak praktek. Untuk mata pelajaran biologi saja, kami bahkan melaksanakan praktikum leih dari satu kali dalam seminggu.

Tidak sampai disitu kami harus membuat laporan yang nantinya menjadi penilaian seberapa mampu kami menguasai materi tersebut. Praktikum yang dilakukan pun tidah mudah, salah satunya kami harus membawa ikan sungai yang ukuran dan jenisnya sama sebagai bahan percobaan. Benar-benar merepotkan bukan?, tapi demi nilai yang memuaskan kami lakukan sesuai permintaan guru kami.

"Guys, dimana cari ikan cere ini?" ucap Tyo

"Kata kelompok lain sih, di sungai deket kuburan cina" jawab Rizki

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline